Selasa, 21 Desember 2010

bang ucok

BANG UCOK

Suatu senja di jalan Djamin Ginting Padang Bulan. Dari pengeras suara mesjid besar, suara adzan begitu jelas terdengar. Sementara, deru berbagai kenderaan - kenderaan bermotor yang memuncratkan asap kotor dari kanalpotnya, seolah hendak membungkam ‘panggilan Ilahi” tadi. Kebiasaan itu masih ditingkahi oleh lagu-lagu ngak-ngik-ngok yang memekakan telinga dari toko-toko disisi jalan. Pengap, kumuh, dan bising menyatu memadati udara. Syukur, lantunan adzan yang nyaris teredam itu, masih memberi kesejukan hati orang-orang yang waras.
Antrian kenderaan, lalu lalang manusia, anak-anak sekolah, mahasiswa, pekerja, pedagang, penganggur dan boleh jadi pencolong-terkemas menjadi satu pemandangan rutin tiap senja di jalan itu. Manusia yang makin dihimpit oleh kesibukan, persaingan, dan ketelitian agaknya sukar menerima suara panggilan ilahi di senja itu dengan pikiran dan hati jernih. Mereka agaknya sulit meluangkan waktu untuk Rabb mereka….,shalat maghrib!
Tapi senja itu ada yang lain. Sebuah Bus jurusan Brastagi yang sekoyong-koyongnya melaju tiba-tiba berhenti dan mengarah ke depan mesjid tersebut. Mobil tersebut ternyata tidak hendak menurunkan atau menaikkan penumpang. Ulah sopir tersebut tentunya membingungkan penumpangnya.
“ heh…kok berhenti mendadak. Mau buang air dulu apa? Gerutu seorang penumpang dengan aksen batak yang kental.
“ mau ganjal perut dulu mungkin”, timpal seorang pria gendut disebelahnya sembari mengepulkan asap rokoknya.
“ Maradian dulu, capek kali “’ sindir seorang ibu dengan dialek khas bataknya.
Sopir muda berjanggut itu dengan tenang berkata :
“ Sebelumnya saya mohon maaf kepada bapak dan ibu semuanya, karena perjalanan kita yang tertunda. Saya ingin shalat maghrib dulu”. Karuan saja semua penumpang bus itu terbengong-bengong. Sejak masih makan bubur, sampai uban di kepala bertabur, baru kali ini ada seorang supir kenderaan umum yang bertingkah aneh. Itu barangkali bayangan yang menyesaki benak para penumpang. Sang supir kembali melanjukan kata-katanya :
“ Saya tidak menyangka kita bakal terjebak kemacetan, kalau ingin dilanjutkan juga, tetap saja usai maghrib kita baru samapi tujuan. Izinkan saya melakukan shalat maghrib dulu….”
“ yang benar aja pir. Apa penumpang disuruh bengong-bengong nunggu oranng sembahyang…..?” protes segelintir penumpang.
“ Begini pak…saya bukan memaksa. Andaikan ada yang ingin cepat-cepat, silahkan pindah ke mobil lain. Ongkos akan saya kembalikan “. Pemuda itu berupaya menjinakkan penumpang. “ Kalau ingin diteruskan juga, sama saja. Kita bakal terlambat, soalnya bapak lihat sendiri, macet bukan main” unjarnya.
Masih belum ada jawaban ataupun reaksi . Mereka hanya saling pandang. Pikir punya pikir , jawaban si sopir cukup beralasan memang.
Akhirnya penumpang yang kebetulan sebagian muslim mengiyakan juga pendapat si sopir. Lantas sebagian ada yang mengikuti jejaknya, shalat. Sebagian yang lain tetap didalam bus.
Setelah siap shalat bang Ucok melanjutkan perjalan, demikian nama sopir tadi. Beberapa pekan lalu. Pemuda berdarah Mandailing ini memang berbeda dengan rekan-rekan sesama pengemudi bus. Sopir angkutan umum yang paling alim dan aneh , komentar rekan-rekannya.
“ Si Ucok jangan kamu kasih perempuan ……….Dia doyannya sajadah sama tasbih.
“ He, kemarin kulihat si Ucok bawa-bawa buku kecil yang tulisannya Arab. Kalau udah baca to buku lupa makan dia hee……
“kalau lihat perempuan ngak berani apalagi pegang-pegangan….!
Guyonan rekan-rekan Ucok dari berbagai suku itu acap kali mewarnai suasana di terminal pemberhentian. Namun, tidak semua rekannya memandang aneh Ucok. Beberapa ada juga yang mengikuti jejak pemuda Mandailing yang alim itu. Ucok tidak pernah marah mendengar guyonan teman-temannya. Paling hanya senyum-senyum, sembari menjawab. “ Ah kau ini , biasa saja. Awas nanti sebentar lagi nyawa kamu dicabut malaikat. Kapan sih kamu mau sadar…?”
Telah tujuh bulan ini Ucok menjadi pengemudi bus jurusan Brastagi itu . Sikapnya yang tawadhu’ dan dianggap aneh, nampak beberapa bulan terahir. Rupanya penyebab perubahan itu , setelah ia menekuni Islam secara serius . Konon, seminggu sekali secara rutin ia mengaji pada seoarang guru ngaji yang masih muda. Bang Regar namanya. Dari Bang Regar lah Ucok terbuka matanya dalam memahami islam.
Pemuda Mandailing yang pada dasarnya telah memiliki ‘bekal’ sedikit dari kampung halamnnaya, tak sulit mengikuti pelajaran-pelajaran dari bang Regar. Bahkan Ucok tergolong ‘cerdas’ menangkap isyarat guru ngajinya. Entah metode apa yang yang diterapkan bang Regar, dalam waktu singkat terjadilah revolusi pada diri Ucok. Ketika dikampung, sejak kanak-kanak ia mengaji sampai ia lulus SMA islam dirasakknya hambar. Agamanya yang diyakininya itu tak pernah berbekas dalam kehidupnanya.
Ucok yang bernama asli Taufik Nasution, betul-betul terkesan dengan penampilan bang Regar. Guru ngajinya bukan orang miskin , bahkan seorang sarjana lulusan perguruan tinggi negri paling beken di negri ini; USU. Namun sosoknya sangat bersahaja , tidak mewah. Padahal dua buah mobil, BMW dan Honda King selalu nongkrong dirumahnya.
Sebenarnya Ucok belum lama mengenal bang Regar. Namun ia melihat sesuatu yang lain yang istimewah pada guru ngajinya yang satu ini. Nyaris islam terjelma utuh pada potret pribadi laki-laki yang kini jadi idolanya. Materi-materi pengajian yang disampaikan, diurai dengan cermat, jelas dan menarik, betul-betul mudah dicerna dan mengena. Ternyata, bang Regar bukan tipe orang yang cuma bisa ‘ngomong’ tanpa mengamalkan. Akhlak, wawasan, tutur kata dan tingkah laku guru ngaji ini betul-betul jelmaan dari apa yang dikatakannya.
“ hee….cok. cepatlah sediktit. Mobil kalu sudah penuh tu!”
Sembiring dengan bahasa Batak cukup kental berteriak memperingtkan Ucok yang telah berada di mushalla terminal pagi itu. Rupanya anak karo berbeda agama itu , termasuk orang yang menyengi pribadi Ucok. Saat itu Ucok baru siap shalat Dhuha. Ia menoleh sejenak kearah mobilnya, namun tak segera ia beranjak. Ditundukkanya kepalanya dengan khusyu’,asyik sekali nampaknya ia berdoa. Selang beberapa saat ia beranjak dan bergegas ke busnya, “ Bismillahirrohmaini-rohim”’ kunci dikontak…dan…busnya yang dikemudikan anak mandailing itu berlalu tenaang menginggalkan terminal..

setetes cahaya

SETETES CAHAYA DI MALAM TAHUN BARU HIJIRIYAH
Suri menangis dan nyaris meraung dalam kamarnya. Sudah jalan tiga hari ini ia mengurung dirinya di ruang lima kali tujuh meter tersebut. Segala bujuk rayu papa dan mama tak digubrisnya. Entah, kasus apa yang melanda kehidupan gadis “kaya” yang mahasiswa perguruan tinggi negeri cukup beken di kota metropolitan itu, hingga ia terbenam dalam kesedihan berat. Ulah anak semata wayang itu, tentu saja mengundang rasa cemas tuan dan nyoya Munar Ritonga.
“Pah…,gimana ni. Sudah tiga hari ini dia ndak mau makan. Aku khawatir anak itu sakit!”, Nyonya Munar Ritonga mengiba kepada suaminya. Raut wajahnya begitu kusam.
“Ya…aku sudah berusaha ma, membujuk dia agar mau berterus terang. Tapi ia tetap bungkam dan tak mau membuka pintu kamarnya. Habis kita mesti bagaimana lagi to…?”, jawab pak Munar tak kalah cemasnya.
Rumah mewah dikawasan elit ibu kota itu, nampak makin muram selama tiga hari ini. Padahal sebelum suasana tempat tinggal pejabat eleson atas pertamina tersebut lumayan marak. Siti dan Juminah yang sehari-hari ‘ngepos, didapur misalnya, biasanya sahut-sahutan nyanyian lagu dangdut A.Rafiq sembari menunaikan tugas harian. Dua ibu muda asal Tapsel itu terkenal periang. Suasana makin berbunga tatkala Mustafa pemuda sekampung Siti menyetel lagu ‘hard rock’nya The Scorpion keras-keras. Tak peduli buta artinya, yang penting pekerjaan motong rumput dan nyuci mobil yang jumlahnya empat itu serasa santai bagi Mustafa bila mendengar lagu hingar bingar terebut.
Lho…., apa nyonya rumah tidak marah bila mereka bertingkah seperti itu? Tentu saja mereka berbuat begitu , manakala tak sebatang hidungpun rumah yang pernah ditaksir satu miliyar berada dirumah. Pagi hingga sore adalah milik para pembantu tersebut. Saat-saat seperti itulah seluruh pemiliknya keluar dengan masing-masing kesibukannya. Tuan Munar, begitu ia biasa di panggil, sibuk ngantor. Nyonya Munar yang konon pernah sekolah di Amerika, harus juga peras tenaga dan otak dengan posnya sebagai manager sebuah hotel berbintang. Suri sendiri sudah dimaklumi bila ia pulang sore bahkan sampai malam dengan mobil be em we kesayangannya, hadiah ulang tahun dari papa.
Sebetulnya jam pulang kuliah adalah pukul satu sampai pukul dua. Namun kebiasaan Suri, ia tak langsung pulang kerumah seusai kuliah. Dengan mobil mewahnya, kerap kali ia diajak teman-teman wanita dan prianya nongkrong di Texas atau Kentucky Fried Chicken. Atau gerombolan itu melepas kepenatan kampus di lantai-lantai disco hotel mewah. “ seharian mangkal disana sini, habis berapa Sur…?” Dedek anak tapsel teman sekampus suri pernah bertanya. “ Akh…, ngga’ seberapa, paling-paling cuma dua ratus ribu perak!”.
Lantaran itu, Siti, Juminah, maupun Mustafa nyaris tiap hari di waktu-waktu seperti itu berhura-hura, bak tikus-tikus yang berpesta pora tatkala kucinng tak ada. Keluarga Pak Munar praktis memamfaatkan bangunan mewah itu hanya untuk tidur tok. Waktu pertemuan anggota keluarga itu baru komplit di saat makan malam. Itupun jarang terjadi, lantaran Suri anak yang amat dimanjakan itu tak jarang pulang pas acara berita terakhir TVRI. Ketika papa dan mamanya mendesak ingin tahu kegiatan dari pagi hingga larut malam, sambil cemberut manja gadis itu menjawab : biasa ma…..ada film bagus dibintangi Robert Redford dan Raquel Welch….!. Biasanya bila pulang pada jam-jam seperti ini, Suri langsung menghempaskan dirinya ketempat tidur. Frekuensi komunikasi antara insan yang telah menjadi masyarakat miniature itu nyaris tak pernah terjadi . Sungguh kemegahan bangunan fisik rumah mewah tersebut tak semegah kenyamanan yang dirasakan Suri. Ia merasakan hubungannya yang beku terhadap kedua orang tuanya. Irama kehidupan dalam rumah itu tangga itu tak pernah memberinya semangat hidup. Namun kehangatan, kasih sayang orangtua, keriangan canda dengan orang tua yang begitu ia dambakan merupakan sebuah khayalan. Kasihan memang anak tunggal tuan Munar tersebut.
Wajar bila ia sering bertingkah laku ‘over acting’ sebagai kompensasi. Pernah bolos dan tidak kuliah selama satu bulan. Memebentuk gerombolan yang kerjanya, tak lebih menghamburkan isi kocek di di club-club diskotik, fitness center dsb. Sebulan lalu, ulahnya sempat merepotkan tuan Munar. Pasalnya mobil Baby-Benz yang dipakainya ke kantor, digunakan untuk kebut-kebutan hingga nabrak orang. Konon ia terakhir ia menjalin hubungan asmara dengan seorang pemuda bernama Reza, anak seorang direktur peusahaan swasta terkenal. Pantas saja belakngan ini ia kelihatan agak jinak. Rupanya gadis manja itu tengah kasmaran.
Amboi…betapa indahnya saat-saat in the mood seperti itu bagi Suri. Dirinya terasa mengawang ketaman sorgawi. Frekuensi kencan dengan arjuna yang namanya Reza itu sering dilakukan di tempat-tempat syhadu, lantai dansa club-club diskotik, restoran-restoran mewah. Ia baru merasakan kehangatan dan perhatian dari pemuda yang kini dianggapnya sebagai pelindung dan tempat mangadu kisah suka dukanya. Hubungan meraka mesra, karena Reza memperlihatkan perilaku simpatik selama ini kepada Suri. Entah, seajauh mana Reza telah memperlakukan pacarnya yang kaya raya itu.
Namun kemesraan sepasang sejoli itu tak berlangsung lama. Ikhwalnya, suatu hari Suri datang kerumah Reza, seperti biasanya, tanpa malu-malu ia langsung ke kamar pemuda pujaanya. Dan ternyata Reza tidak ada ditempat. Suri tidak langsung angkat kaki, namun iseng-iseng mengamati ruangan yang disisinya tertampang hiasan dinding diantarnya poster-poster musisi bule dan wanita yang nyaris bugil. Sambil mengamati sekeliling, ia membuka laci sebuah lemari kecil yang diatasnya bertengger sebuah video dan tumpukan kaset. Dan betapa…., kagetnya ketika didapat di dalam laci tersebut setumpukan majalah yang isinya…masya Allah! Suri makin terpukul tatkala didapatnya sebuah album foto yang isinya gambar-gambar Reza dengan wanita lain. Ohh….kau ternyata pemuda tak tau diri ….! Suri hampir menjerit. Hal tersebut hampir membuatnya jatuh tekulai. Dan…akhirnya ia tinggalkan ruangan itu dengan hati yang hancur berkeping-keping…!
Betapa dahsyatnya guncangan peistiwa yang menimpa Suri. Bila ia selama ini begitu berharap, arjunanya dapat memberikan perlindungan, kehangatan kasih sayang, kemesraan dan setumpuk harapan-harapan lain. Tenyata ia menghadapi kenyataan yang begitu amat pahit. Karena itulah semenjak tiga hari setelah peristiwa itu ia membenamkan diri dalam kamar. Nyaris ia mengambil jalan buntu, untuk menammatkan riwayat hidupnya lewat sekaleng Baygon. Namun, ketika ia mengikuti bisikan iblis durjana itu, serta merta terniang kembali kata-kata ‘Dedek’ teman satu kuliahnya yang telah berjilbab rapi nan anggun. Dikala itu dia saat ingin berada di dekat temannya tersebut.
“Sur….masih seperti dulu saja kamu. Kenapa ngak mengikuti terus lanjutan kegiatan studi islam waktu di kampus di acara mentoring ? Setelah rutin mengikuti pengajian hingga sekarang, aku merasa menemui diriku Sur, dan betapa kita akan tahu hakikat hidup kita. Betul kok Sur , aku begitu amat tenang dalam naungan kekuatan dan ke-Maha Besaran-Nya…..!
Begitu Dedek menyebut-nyebut tentang hakikat hidup, tenang dalam naungan kekuatan dan ke-Maha Besarann-Nya, sebetulnya ia mulai tertarik. Namun sayang, pergaulannnya yang terlalu bebas, untuk kemudian gadis itu larut kembali dalam gaya hidup yang serba kaya. Kendati demikian, ‘Dedek sempat memberikan sebuah buku beberapa hari dulu telah selesai dibaca. Isinya berkiprah tentang seorang wanita Afghanistan yang ditinggal mati kedua oangtuanya yang syahid di medan jihad. Ditengah alam ganas tanpa sanak family, tanpa rumah, senantiasa di intai ganasnya moncong-moncong senjata permusuhan, gadis itu tetap tegar menyongsong masa depannya. Tidak……, tidak mungkin gadis itu mampu bertahan hidup tanpa ruh yang memberikan kekuatan. Ya…., kekuatan itu ialah iman dan keyakinan akan perlindungan Allah, Pencipta, Pemilik, Penjamin, Pemelihara dan Penguasaan alam semesta.
Ya Allah, aku…? Ah…betapa aku telah lama berpaling darimu.Selama setahun ini betapa tak secuilpun aku mengindahkan seruan-seruan-Mu yang mulia. Betapa aku telah lalaikan ajaran-ajaran-Mu yang agung….! Dan …betapa.., ya Robbi betapa telah pekatnya lumpur dosa yang menyelimuti diriku. Dimalam tahun baru hijiriyah tersebut Suri serasa menemukan kembali cahaya kehidupan yang sesungguhnya. Suri tenggelam dalam kesedihan dan penyesalan yang dalam. Air mata terus terurai, membasahi bantal yang menutupi wajahnya. Kali ini tangisnya lain, bukan lagi raungana penyesalan retaknya hubungan dia dengan Reza. Namun, tangis ketika suara fitrah seorang insan menguak tabir kelalaian. Ya..Allah, pantaskah aku manangisi diriku , ketika aku tahu engkau Maha Segalnya.Semoga di tahun baru ini aku bisa memperbaiki seluruh perbuatanku yang telah lewat.
Suara adzan Maghrib menerobos kamar Suri. Dan gadis itu berhentak seakan baru bangun dari mimpinya yang panjang.Suri baru sadar selama setahun ini begitu banyak ia melakukan kesalahan, dan di akhir malam penghabisan tahun dia ingin kembali menyongsong masa depannya.” Allahu Robbi, izinkan aku untukmu kembali kepada-Mu”. Dua butir cairan bening kembali keluar dari matanya. Namun air mata gadis itu bergelora, menyiratkan adanya semangat baru untuk menyongsong kehidupannya kedepan di tahun baru hijiriyah kali ini.dengan penuh semangat dan keyakinan maka suri bergegas ke kamar mandi mengambil air wudhuk kemudian dia larut dengan iman dan taqwa kepada Sang Maha Pengampun.