Rabu, 01 Juni 2011

analisis pegetasi

PENDAHULUAN

Latar belakang
Hutan adalah salah satu kekayaan bumi Indonesia yang tidak ternilai dan merupakan sebuah ekosistem dengan kandungan kekayaan alam yang sangat potensial. Tetapi, selalu ada sebuah komitmen dalam usaha pendayagunaan hutan sebagai aset alam. Yaitu komitmen yang tertuang dalam konsep asas manfaat dan lestari. Ini berarti, kegiatan pemanfaatan hutan harus diimbangi dengan upaya pelestariannya. Pemanfaatan hutan tidak boleh melanggar kelestarian lingkungan hutan yang terus dijaga dan dipelihara. Untuk keperluan tersebut, perlu kiranya diketahui potensi yang ada pada hutan tersebut. Salah satu pendekatannya yaitu dengan mengetahui besarnya biomassa pohon yang merupakan salah satu komponen penting dalam hutan (Ewusie, 1990).
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove (MacNae, 1968). Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut, sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu jenis tumbuhan, sedangkan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. MacNae (1968) menggunakan kata mangrove untuk jenis pohon-pohon atau semak belukar yang tumbuh diantara pasang surut air laut, dan kata mangal digunakan bila berhubungan dengan komunitas hutan. Richards (1975) menggunakan kata mangrove untuk kelompok ekologi jenis tumbuhan yang mendiami lahan pasang surut dan untuk komunitas tumbuhan yang terdiri atas jenis tersebut. FAO (1982) merekomendasikan kata mangrove sebaiknya digunakan baik untuk individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut.
Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau. Selain itu, oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya dengan rumpun bahasa Melayu, hutan magrove sering disebut dengan hutan bakau. Namun demikian, penggunaan istilah hutan bakau untuk sebutan hutan mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena bakau hanyalah nama lokal dari marga Rhizophora, sementara hutan mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan lainnya. Dengan demikian, penggunaan istilah hutan mangrove hanya tepat manakala hutan tersebut hanya disusun oleh jenis-jenis dari marga Rhizophora, sedangkan apabila hutan tersebut juga disusun bersamaan dengan jenis dari marga yang lain, maka istilah tersebut tidak tepat lagi untuk digunakan (Onrizal, 2008).

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur hutan mangrove.


















TINJAUAN PUSTAKA
Keanekaragaman hayati yang sangat tinggi merupakan suatu koleksi yang unik dan mempunyai potensi genetik yang besar pula. Namun hutan yang merupakan sumberdaya alam ini telah mengalami banyak perubahan dan sangat rentan terhadap kerusakan. Sebagai salah satu sumber devisa negara, hutan telah dieksploitasi secara besar-besaran untuk diambil kayunya. Ekploitasi ini menyebabkan berkurangnya luasan hutan dengan sangat cepat. Keadaan semakin diperburuk dengan adanya konversi lahan hutan secara besar-besaran untuk lahan pertambangan, pemukiman, perindustrian, pertanian, perkebunan, peternakan serta kebakaran hutan yang selalu terjadi di sepanjang tahun. Dampak dari eksploitasi ini adalah terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Dengan demikian jelas terlihat bahwa fungsi hutan sebagai pengatur tata air telah terganggu dan telah mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman hayati yang ada didalamnya. Hutan sebagai ekosistem harus dapat dipertahankan kualitas dan kuantitasnya dengan cara pendekatan konservasi dalam pengelolaan ekosistem. Pemanfaatan ekosistem hutan akan tetap dilaksanakan dengan mempertimbangkan kehadiran keseluruhan fungsinya. Pengelolaan hutan yang hanya mempertimbangkan salah satu fungsi saja akan menyebabkan kerusakan hutan (Irwan,1992).
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran tadi --yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi (Anonimous, 2008).

Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan. Kegiatan analisis vegetasi pada dasarnya ada dua jenis metode dengan petak dan tanpa petak ukur. Salah satu metode dengan petak yang banyak digunakan adalah kombinasi antara metode jalur dengan metode garis berpetak. Pada kegiatan-kegiatan penelitian di bidang ekologi hutan seperti halnya pada bodang ilmu yang lainyang bersangkutan paut oleh sumberdaya alamdikenal dua jenis pengukuran untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Pengukuran tersebut dapat berupa pengambilan contoh (metode sampling) dan metode sensus (Latifah, 2005).
Pengukuran dan pengambilan contoh tumbuhan atau analisis vegetasi secara garis besar dapat di bagi atas dua metode, yaitu metode petak contoh dan metode tanpa petak.pada metode petak contoh pengukuran peubah dasar dilakukan dengan cara penafsiran berdasarkan petak contoh. Bila habitatnya berupa suatu daerah yang luas maka diambillah seluas tertentu dari daerah itu dan dari daerah contoh itu dihitungkah tumbuhan yang diteliti. Kesalahan analisis berdasarkan petak contoh tergantung pada tiga hal :
1. Populasi dalam tiap petak contoh yang diambil harus dapat dihitung dengan tepat.
2. Luas atau satuan tiap petak harus jelas dan pasti.
3. petak contoh yang diambil harus dapat mewakili seluruh daerah.
Metode jalur berpetak merupakan modifikasi dari metode jalur dan petak ganda. Bila dibandingkan dengan metode jalur/transek, maka terlihat bahwa pada metode garis berpetak ada lompatan-lompatan, dapat melompat satu petak atau lebih dalam jalur yang dibuat. Pada metode ini juga dibuat jalur dan pada jalur itu dibuat petak (Suin, 2002).







METODOLOGI

Waktu dan Tempat
Adapun waktu dilaksanakannya praktikum Ekologi Hutan ini dilaksanakan pada hari Minggu, pada tanggal 29 September 2009 sampai selesai, yang berlokasi di Pulau Sembilan Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Ekosistem hutan mangrove yang tidak terganggu dengan yang terganggu.
2. Peta lokasi, peta kerja dan/atau peta penutupan lahan (peta penafsiran vegetasi).
3. Tali plastik (100 m per regu)
4. Patok dengan tinggi 1 meter, dimana ujung bawah runcing dan ujung atas
sepanjang 30 cm di cat merah atau putih.
5. Kompas
6. walking stick
7. Diameter-tape atau pita meter 100 cm
8. Meteran 10 m atau 20 m
9. Perlengkapan herbarium untuk metoda basah
10. Tally sheet dan alat tulis-menulis

Prosedur Kerja
1. Pembuatan regu kerja, setiap regu beranggotakan 6 – 10 orang
2. Menentukan lokasi jalur (unit contoh) di atas peta, panjang masing-masing jalur ditentukan berdasarkan lebar hutan (dalam praktikum ini panjang jalur sebesar 100 m per regu). Jalur dibuat dengan arah tegak lurus kontur.
3. Membuat unit contoh jalur dengan desain yang telah ada.
4. Mengidentifikasi jenis dan jumlah individu untuk semai dan pancang. Sedangkan untuk tiang dan pohon, selain dihitung jumlahnya juga diukur diameternya (diameter setinggi dada) dan tingginya (tinggi total dan tinggi bebas cabang). Data hasil pengukuran lapangan tersebut dicatat pada tally sheet. Dalam praktikum ini digunakan kriteria pertumbuhan sebagai berikut:
a. Semai : anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi < 1,5 m
b. Pancang : anakan pohon yang tingginya ≥ 1,5 m sampai diameter < 5 cm
c. Pohon : pohon dewasa berdiameter ≥ 5 cm

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan formulasi metoda dengan petak untuk menghitung besarnya kerapatan (ind/ha), frekwensi, dominsi (m2/ha), indek nilai penting dari masing-masing jenis dan indeks shanon-wiener.




















HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan analisis vegetasi di hutan mangrove yang telah dilakukan dalam kegiatan fieltrip ekologi dilaksanakan dengan menggunakan metode kombinasi yang terdiri dari metode jalur garis berpetak untuk analisis vegetasi. Pada kegiatan analisis vegetasi hutan mangrove yang tidak terganggu di Pulau Sembilan ditemukan 3 jenis spesies tingkat semai dengan jumlah seluruh individu 210 individu, 3 jenis spesies tingkat pancang dengan jumlah seluruh individu adalah 93 individu , 3 jenis spesies tingkat pohon dengan jumlah seluruh individu adalah 16 individu.
Untuk mengetahui komposisi jenis hutan mangrove, kegiatan analisis vegetasi dilakukan dengan menghitung indeks nilai penting. Pada tingkat semai dan pancang di hutan mangrove, INP merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif dan frekuensi relatif sedangkan pada tingkat pohon, INP merupakan hasil penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominasi relatif. Berikut adalah analisis data pada kegiatan analisis vegetasi pada hutan mangrove yang tidak terganggu pada tingkatan semai.
Tabel 1. Analisis data pada tingkat semai
Nama Lokal Nama Latin Ʃ Ind Ʃ Plot ditemukan K (ind/ha) KR (%) F FR (%) INP H’
Bakau Rhizophora apiculata 112 5 28000 53,3 0,5 45,5 98,8
Mata buaya Brugueira sexangula 51 5 12750 24,3 0,5 45,5 69,7 1,0
Tengar Ceriops tagal 47 1 11750 22,4 0,1 9,0 31,5
Total 210 52500 1,1

Berdasarkan hasil analisa data pada tabel 1, terlihat dengan jelas bahwa pada tingkat semai didapat INP yang paling tinggi adalah pada jenis Bakau (Rhizophora apiculata) yaitu 98,8 % sedangkan INP yang terkecil adalah pada jenis Tengar (Ceriops tagal) yaitu 31,5. Dari data tersebut dapat diketahui komposisi jenis pada tingkat semai yang mendominasi adalah jenis Bakau (Rhizophora apiculata) tetapi jenis bakau ini tidak mendominasi sekali karena kurang dari 100 % , ini disebabkan karena kerapatan relatif dan frekuensi relatifnya rendah sehingga INP pada tingkat semai menjadi rendah. Hal ini telah dikemukakan oleh Simon (2007) yang menyatakan bahwa Indeks Nilai Penting sangat dipengaruhi oleh penjumlahan dari kerapatan relatif dan frekuensi relatif.
Pada analisis data diatas di peroleh Indeks Shannon-wiener di hutan mangrove yang tidak terganggu pada tingkatan semai adalah 1,01, yang berarti hutan mangrove tersebut keanekaragamannya tergolong rendah karena masih diantara 0-2, hal ini telah dinyatakan oleh Onrizal (2008) yang menyatakan bahwa Indek Shanon-Wiener yang terdapat pada 0-2 tergolong rendah, 2-3 tergolong sedang, ≥ 3 tergolong tinggi.
Analisis data pada tingkat pancang di hutan mangrove yang tidak terganggu menunjukkan bahwa bakau merah (Rhizophora apiculata) yang mendominasi pertumbuhannya dengan jumlah seluruh individu adalah 65 individu sedangkan yang paling sedikit adalah mata buaya (Brugueira sexangula) dengan jumlah seluruh individu adalah 10 individu. Berikut adalah analisis data pada tingkat pancang di hutan mangrove yang tidak terganggu.
Tabel 2. Analisis data pada tingkat pancang
Nama Lokal Nama Latin Ʃ Ind Ʃ Plot ditemukan K (ind/ha) KR (%) F FR (%) INP H’
Bakau Rhizophora apiculata 65 6 2600 69,9 0,6 60 130 0,8
Mata buaya Brugueira sexangula 10 2 400 10,8 0,2 20 31
Tengar Ceriops tagal 18 2 720 19,3 0,2 20 39
Total 93 10 3720 100 1 100 200

Berdasarkan hasil analisa data pada tabel 2, terlihat dengan jelas bahwa pada tingkat pancang didapat INP yang paling tinggi adalah pada jenis Bakau (Rhizophora apiculata) yaitu 130 % sedangkan INP yang terkecil adalah pada jenis Mata buaya (Brugueira sexangula) yaitu 31 %. Dari data tersebut dapat diketahui komposisi jenis pada tingkat pancang yang mendominasi adalah jenis Bakau (Rhizophora apiculata) karena lebih dari 100 % , ini disebabkan karena kerapatan relatif dan frekuensi relatifnya tinggi sehingga INP pada tingkat pancang menjadi rendah. Hal ini telah dikemukakan oleh Simon (2007) yang menyatakan bahwa Indeks Nilai Penting sangat dipengaruhi oleh penjumlahan dari kerapatan relatif dan frekuensi relatif.
Pada analisis data diatas di peroleh Indeks Shannon-wiener di hutan mangrove yang tidak terganggu pada tingkatan pancang adalah 0,8 , yang berarti hutan mangrove tersebut keanekaragamannya tergolong rendah karena masih diantara 0-2, hal ini telah dinyatakan oleh Onrizal (2008) yang menyatakan bahwa Indek Shanon-Wiener yang terdapat pada 0-2 tergolong rendah, 2-3 tergolong sedang, ≥ 3 tergolong tinggi.
Analisis data pada tingkat pohon di hutan mangrove yang tidak terganggu menunjukkan bahwa bakau merah (Rhizophora apiculata) mendominasi yang telah ada dengan jumlah seluruh individu adalah 8 individu sedangkan yang paling sedikit adalah pedada (Sonneratia alba) dengan jumlah seluruh individu adalah 2 individu. Berikut adalah analisis data pada tingkat pohon di hutan mangrove yang tidak terganggu.
Tabel 3. Analisis data pada tingkat pohon
Nama Lokal Nama Latin Ʃ Ind Ʃ Plot ditemukan K (ind/ha) KR (%) F FR (%) D DR INP H’
Bakau Rhizophora apiculata 8 1 800 50 0,14 14,2 0,4 38,05 102,2 0,97
Pedada Sonneratia alba 6 4 600 37,5 0,57 57,1 0,3 29,46 124,2
Tengar Ceriops tagal 2 2 200 12,3 0,29 28,6 0.4 32,47 73,5
Total 16 7 1600 1 100 1,1

Berdasarkan hasil analisa data pada tabel 3, terlihat bahwa pada tingkat pohon didapat INP yang paling tinggi adalah pada jenis Pedada (Sonneratia alba ) yaitu 124,2 % sedangkan INP yang terkecil adalah pada jenis Tengar (Ceriops tagal) yaitu 73,5 %. Dari data tersebut dapat diketahui komposisi jenis pada tingkat pohon yang mendominasi adalah jenis Pedada (Sonneratia alba) jenis Bakau (Rhizophora apiculata ) yaitu 102,2 tetapi kurang banyak terdapat di kawasan tersebut karena INP kurang dari 150 % , ini disebabkan karena kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansinya tiadak tinggi sehingga INP pada tingkat pohon menjadi rendah. Hal ini telah dikemukakan oleh Simon (2007) yang menyatakan bahwa Indeks Nilai Penting sangat dipengaruhi oleh penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominansi relatif.
Pada analisis data diatas di peroleh Indeks Shannon-wiener di hutan mangrove yang tidak terganggu pada tingkatan semai adalah 0,97 , yang berarti hutan mangrove tersebut keanekaragamannya tergolong rendah karena masih diantara 0-2, hal ini telah dinyatakan oleh Onrizal (2008) yang menyatakan bahwa Indek Shanon-Wiener yang terdapat pada 0-2 tergolong rendah, 2-3 tergolong sedang, ≥ 3 tergolong tinggi.
Didasarkan rasa ingin tahu untuk dapat membedakan komposisi danstruktur hutan mangrove maka dilakukan pengamatan pada ekosistem mangrove yang terganggu. Pada kegiatan analisis vegetasi hutan mangrove yang terganggu ditemukan 1 jenis spesies tingkat semai dengan jumlah seluruh individu 5 individu, 3 jenis spesies tingkat pancang dengan jumlah seluruh individu adalah 9 individu , pada tingkat pohon tidak terdapat pohon mangrove karena tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Berikut adalah analisis data pada tingkat semai di hutan mangrove yang terganggu.
Tabel 4. Analisis data pada tingkat semai hutan terganggu
Nama Lokal Nama Latin Ʃ Ind Ʃ Plot ditemukan K (ind/ha) KR (%) F FR (%) INP H’
Bakau Rhizophora mucronata 5 1 1250 100 0,1 100 200 0
Total 5 1250 100 0,1 100

Berdasarkan analisa data yang telah ada didapat bahwa pada tingkat semai hanya satu jenis yang ada yaitu jenis Bakau (Rhizophora mucronata) dan dapat dipastikan bahwa lahan tersebut hampir kebanyakan yang kosong akibat ulah manusia seperti diadakannya tambak dan akhirnya tambak tersebut ditinggalkan pemiliknya karena produktifitas tambak tersebut menurun dan lahan tersebut terbengkalai, ini akan berdampak buruk terhadap lingkungan sekitar pantai dan masyarakat pulau sembilan.
Analisis data pada tingkat pancang di hutan mangrove yang terganggu menunjukkan bahwa jenis nyirih (Xylocarpus maoccensis) yang mendominasi pertumbuhannya dengan jumlah seluruh individu adalah 7 individu sedangkan yang paling sedikit adalah Tengar (Ceriops tagal) dengan jumlah seluruh individu adalah 1 individu. Berikut adalah analisis data pada tingkat pancang di hutan mangrove yang tidak terganggu.
Tabel 5. Analisis data pada tingkat pancang di hutan terganggu
Nama Lokal Nama Latin Ʃ Ind Ʃ Plot ditemukan K (ind/ha) KR (%) F FR (%) INP H’
Tengar Ceriops decandra 1 1 40 11,1 0,1 33,3 44,4 0,6
nyirih Xylocarpus maoccens 7 1 280 77,8 0,1 33,3 44,4
Tengar Ceriops tagal 1 1 40 11,1 0,1 33,3 44,4
Total 8 360 0,3

Berdasarkan hasil analisa data pada tabel 5, terlihat bahwa pada tingkat pancang didapat INP sama yaitu 44,4. Dari data tersebut dapat diketahui komposisi jenis pada tingkat pancang yang mendominasi adalah jenis Bakau (Rhizophora apiculata), nyirih (Xylocarpus maoccens), dan Tengar (Ceriops tagal ) pada data tersebut dapat disimpulkan bahwa INP nya rendah karenadibawah 100 %, ini disebabkan karena kerapatan relatif dan frekuensi relatifnya rendah sehingga INP pada tingkat pancang menjadi rendah. Hal ini telah dikemukakan oleh Simon (2007) yang menyatakan bahwa Indeks Nilai Penting sangat dipengaruhi oleh penjumlahan dari kerapatan relatif dan frekuensi relatif.
Pada analisis data diatas di peroleh Indeks Shannon-wiener di hutan mangrove yang terganggu pada tingkatan pancang adalah 0,6 , yang berarti hutan mangrove tersebut keanekaragamannya tergolong rendah karena masih diantara 0-2, hal ini telah dinyatakan oleh Onrizal (2008) yang menyatakan bahwa Indek Shanon-Wiener yang terdapat pada 0-2 tergolong rendah, 2-3 tergolong sedang, ≥ 3 tergolong tinggi.
Agar dapat membedakan dengan jelas bagaimana perbedaan hutan mangrove yang tidak terganggu dan yang terganggu, berikut adalah grafik hubungan jumlah individu pada tingkat semai, pancang, dan pohon pada masing-masing hutan sebagai berikut :
Grafik 1. Hubungan jumlah individu

Dari grafik diatas dapat terlihat dengan jelas perbedaan antara kedua hutan yang terganggu dan tidak terganggu bahwa hutan yang tidak terganggu mempunyai jumlah individu yang jauh lebih banyak daripada yang terganggu. Untuk mengetahui komposisi jenis hutan mangrove, kegiatan analisis vegetasi dilakukan dengan menghitung indeks nilai penting dan Indeks Shanon-Wiener dapat memperlihatkan keanekaragaman. Kita akan melihat grafik hubungan Indeks Shanon-Wiener pada semai, pancang, pohon pada kedua hutan. Berikut ini adalah grafik hubungan Indeks Shanon-Wiener yaitu :







Grafik 2. Hubungan Inddeks Shanon-Wiener pada kedua keadaan hutan

Berdasarkan grafik yang ada diatas dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman jenis di hutan mangrove yang baik lebih banyak daripada di hutan rusak.
















KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis vegetasi di hutan mangrove Pulau Sembilan yaitu sebagai berikut :
1. Pada kegiatan analisis vegetasi hutan mangrove yang tidak terganggu di Pulau Sembilan ditemukan 3 jenis spesies tingkat semai dengan jumlah seluruh individu 210 individu, 3 jenis spesies tingkat pancang dengan jumlah seluruh individu adalah 93 individu , 3 jenis spesies tingkat pohon dengan jumlah seluruh individu adalah 16 individu.
2. Pada kegiatan analisis vegetasi hutan mangrove yang terganggu ditemukan 1 jenis spesies tingkat semai dengan jumlah seluruh individu 5 individu, 3 jenis spesies tingkat pancang dengan jumlah seluruh individu adalah 9 individu , pada tingkat pohon tidak terdapat pohon mangrove karena tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
3. Indeks Shanon-Wiener yang paling tinggi adalah pada tingkat semai di hutan mangrove yang tidak terganggu adalah 1,01 sedangkan yang paling kecil pada tingkat semai di hutan mangrove yang terganggu adalah 0. hal ini dapat disimpulkan bahwa tingkat keanekaragamannya tergolong rendah.
4. Jenis bakau (Rhizophora apiculata) mendominasi pada tingkat semai, pancang, pohon pada hutan mangrove yang tidak terganggu.
5. INP tertinggi pada jenis Bakau (Rhizophora apiculata) yaitu 98,78 pada tingkat semai yang terdapat di hutan mangrove tidak terganggu sedangkan yang paling kecil pada jenis Tengar (Ceriops tagal) yaitu 29,46 pada tingkat pohon di hutan mangrove yang tidak terganggu. Dari sini dapat diketahui bagaimana komposisi hutan mangrove di kawasan tersebut.

Saran
Sebaiknya para praktikan lebih baik lagi di lapangan dan dalam analisis data praktikum ini.


DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2008. Analisis Vegetasi Hutan Mangrove. http://Wikipedia.co.id/.

Ewusie,J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Penerbit ITB. Bandung.

Irwan, Z.D. 1992. Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Bumi Aksara. Jakarta.

Latifah, S. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. Jurusan Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Odum, E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Onrizal. 2008. Petunjuk Praktikum Ekologi Hutan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

---------. 2008. Teknik Survey Dan Analisis Data Sumberdaya Mangrove. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Suin, N.M. 2002. METODE EKOLOGI. Penerbit Universitas Andalas. Universitas Andalas. Padang.

Wirakusumah, S. 2003. Dasar - Dasar Ekologi Bagi Populasi dan Komunitas. Penerbit Universitas Indonesia. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Selasa, 26 April 2011

PENDAHULUANPenggergajian adalah suatu unit kegiatan yang merubah log menjadi kayu penggergajian dengan menggunakan alat utama gergaji. Perbedaannya dengan penggergajian kayu adalah alat yang digunakan. Gergaji adalah alat membelah dan memotong kayu yang terbuat dari logam atau campuran logam yang bentuknya pipih dan mempunyai gigi banyak. Peran industri penggergajian dalam pemanfaatan kayu adalah melakukan proses pengolahan kayu untuk pertama kali yakni yang pertama merubah kayu dalam bentuk log menjadi kayu gergajian yang berupa balok, papan dan sortimen lain untuk selanjutnya diolah pada industri sekunder, dapat memproses log yang bermutu rendah meskipun hasilnya tidak banyak, bisa juga kualitasnya baik. Dengan cara membuang bagian-bagian yang sehat dan hasilnya bisa saja berkualitas baik. Untuk kayu yang bernilai jual tinggi, kayu gergajian dari log kualitas rendah masih bisa menutupi biaya produksi. Log mutu rendah memiliki cirri bentuknya tidak silindris, cacat, growing, atau volumenya tidak besar.Industri penggergajian mengolah log menjadi kayu-kayu geragajian untuk pengolahan berikutnya. Mempunyai nilai strategis untuk industri-industri selanjutnya sehingga disebut primary conversion. Industri penggergajian merupakan proses pertama dalam urutan proses pengolahan kayu. Dapat dikatakan sebagai industri kayu yang berintegrasi dengan industri lainnya (integrated wood industry). Perusahaan dapat mendirikan perusahaan lain yang memanfaatkan kayu seefisien mungkin, dengan integrated wood industry biaya produksi, pasar, dan biaya-biaya lainnya dapat diminimumkanLayout adalah sistem pengaturan letak atau posisi mesin atau alat produksi dalam pabrik sesuai fngsi atau peranan masing-masing. Tujuan umumnya yaitu agar produksi berjalan lancar secara efektif dan efisien. Sedangkan tujuan lain dari layout ialah:1. Keselamatan dan kegairahan pekerja meningkat2. Memudahkanpengawasan/control3. Memudahkan perawatan/maintenance mesin4. Fleksibilitas (penambahan dan perluasan), untuk alat produksi pada masa yang akan datang5. Menghilangkan pekerjaan yang melelahkan6. Menyederhanakan gerak anggota badan7. Pemakaian alat terintegrasi (dalam satu kesatuan yang berurutan).Ruang lingkup tata letak mesin meliputi :1. Letak mesin, harus berdasarkan aliran proses produksi2. Jarak antar mesin, diusahakan jarak antar mesin tidak terlalu jauhatau terlalu dekat. Jika terlalu jauh pekerja akan banyak bergerak, dan jika terlalu dekat sulit dalam perawatan dan operasional mesin3. Urutan proses produksi4. Secara horizontal dan vertikal, layout bisa vertikal (2 tingkat atau lebih) atau horizontal (1 tingkat).Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan antara lain :1. Kondisi dan luas pabrik2. Tipe, ukuran, kapasitas, dan jumlah mesin3. Fungsi mesin4. Kuantitas dan kualitas mesin5. Jenis sumber tenaga6. Kemungkinan perluasan dan penambahan mesin (harus direncanakan)PENGGERGAJIAN, LAYOUT DAN MESIN GERGAJI Pengamatan ini dilakukan di UD. SEDERHANA yang beralamat di Jln. Bromo Ujung No.1c yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 26 Agustus 2010. Perusahaan tersebut termasuk perusahaan kecil dengan jumlah karyawan tetap 6 orang.Perusahaan tersebut milik pak Doni Indra ST yang didirikan sejak tahun 1986. Keuntungan yang didapat dalam satu bulan berkisar Rp.30.000.000 dengan gaji karyawan sebesar Rp.30.000/hari. Bahan baku dari perusahaan ini berasal dari Pekan Baru berupa kayu Meranti, Damar, Jelutung, Merbau, Tampu Licin sedangkan yang berasal dari lokal adalah kayu Kemiri dan Mangga. Kayu yang paling banyak terjual adalah kayu Damar dan Merbau. Kayu yang paling mahal adalah kayu Merbau dengan harga Rp.10.000.000/m3. Kayu yang berasal dari UD.SEDERHANA dipasarkan kedaerah sekitar Medan, Aceh, Deli Serdang dan Binjai. Adapun mesin-mesin yang ada pada perusahaan itu berasal dari Indonesia, Italia, dan Cina. Layout dari perusahaan tersebut kurang baik dimana letak antara mesin yang satu dengan mesin yang lainnya terlalu jauh dan urutan proses pengelolahan kayu tidak beraturan. Keamanan dari perusahaan tersebut kurang memadai karena tidak adanya Satpam.Mesin dan sarana pendukung yang ada di UD.SEDERHANA adalah sebagai berikut.1. Tahap Pertamao Pembelahan log menjadi canto Log deck, lapangan untuk menampung log-log untuk digergajio Headsaw I, gergaji utama membelah log menjadi canto Headsaw II, membelah papan tebal menjadi lebih tipiso Rel/ carriage, menempatkan log yang akan digergaji pada headsaw, biasanya bertumpu pada relo Roller, memindahkan kayu atau sabetan dari headsaw ke mesin berikutnyaTapi pada peusahaan tersebut pengelolahan kayu pada tahap pertama tidak ada dan pengelolahan kayu tahap pertama ini dilakukan di Pekan Baru dan kemudian hasil dari proses tersebut diambil oleh perusahaan UD. SEDERHANA.2. Tahap Keduao Resawo Edgero Trimmero Rel/ carriage3. Tahap ketigaGergaji pengolah kayu sisa (waste)4. Timber deck dan tempat pengujian menampung atau menempatkan kayu gergajian, yang biasanya ada tempat pengujian kualitas kayu. Penguji kualitas kayu disebut grader.5. Sumber tenaga6. Bengkel7. Gudang sparepart8. Kantor atau ruang administrasiCara pengelompokkan mesin ada 2 cara yaitu berdasarkan produk dan berdasarkan proses. Berdasarkan produk, yaitu mengelompokkan mesin produksi dengan fungsi yang sama, misalnya hasil produk berupa balok dihasilkan oleh satu mesin. Sedangkan berdasarkan proses yaitu mengelompokkan mesin dilihat dari mesin dengan fungsi yang sama, misalnya mesin yang berguna untuk mengamplas dikelompokkan pada satu tempat.Beberapa alat yang digunakan dalam UD. SDERHANA antara lain yaitu :1. Sander (Wadkin Durham BGY 911215), berfungsi untuk menghaluskan dan membuat ketebalan kayu lebih teliti. Adapun bagiannya terdiri dari tempat amplas, focus kelurusan, skala keketatan amplas, roda, pembuka tutup mesin, amplas, tune on off, penahan mesin, dan letak mesin. Gambar 1. Mesin Fres ( Sander)2. Planner (Startrite SDX 310),berfungsi untuk menyamakan ketebalan kayu, menghaluskandan meratakan permukaan kayu, adapun bagiannya terdiri dari bilah gergaji, penghenti pisau, skala pembuangan serbuk, pengatur tempat pembuangan serbuk, tune on off, tempat pembuangan serbuk, pengaman mata pisau da meja potong.3. Circlesaw (De Walt Tipe 10”250 MM BLADE), berfungsi untuk memotong kayu gergajian. Bagiannya terdiri dari skala putaran, pengguna mesin, pengatur tinggi mesin, putaran derajat, stop kontak, kabel mesin, pegangan, setelan bilah, pembuangan sisa serbuk, bilah, meja, dan penahan mesin. Gambar 2. Mesin Pemotong4. Circular saw (Wadkin Bursgreen BRA 350), berfungsi untuk memotong kayu gergajian.5. Band Saw (Startrite 352), berfungsi untuk membelah kayu gergajian dan membentuk kayu siku.6. Cutting Band Saw (Sheng Tsai KL W 5693), berfungsi untukmembelah kayu gergajian. 7. Mesin bor digunakan untuk membuat lobang8. Mesin selendang berfungsi untuk membengkokkan kayu.Adapun gambaran layout dari perusahaan UD.SEDERHANA adalah :Keterangan Gambar :1. Mesin Potong2. Mesin Siku3. Mesin Asah Mata4. Mesin Ketam/Fresh5. Mesin Belah6. Mesin Belah 7. Mesin Sponeng Profil8. Mesin Potong9. Mesin Selendang10. Mesin Bor11. Mesin Siku12. Mesin Pensalam13. Mesin Alur14. Mesin Selendang15. Mesin Fresh16. Mesin Tarik Kotak17. Mesin Siku18. Mesin Alur19. Mesin ProfilKESIMPULAN1. Perusahaan UD. SEDERHANA merupakan perusaan kecil2. Pengelolahan kayu pada perusahaan ini dimulai dari tahap kedua sedangkan tahap pertama berada di Pekan Baru.3. Keuntungan dari perusahaan ini berkisar Rp.30.000.000/bulan.4. Jenis kayu yang ada di perusahaan tersebut adalah kayu Merbau, Damar,Meranti, dan Jelutung sedangkan dari lokal adalah kayu Kemiri dan Mangga.5. Pasar dari perusahaan tersebut adalah Sekitar kota Medan, Binjai,Aceh dan Serdang Bedagai.6. Mesin yang terdapat pada perusahaan ini sebanyak 1 buah7. Mesin yang ada pada perusahaan ini bersal dari Indonesia, Cina, Dan Italia.8. Layout dari perusahaan tesebut kurang baik. DAFTAR PUSTAKA Anonim.1989. Standart Pengujian dan Analisis saringan Agregat Halus dan Kasar (SNI-M-08-1989-F) Bandung. Yayasan Lembaga Pendidikan Masalah Bangunan. Departemen Pekerjaan Umum.Jurnal Penelitian Permukiman I. Vol XII.No 1-2. Arianto, A. 2005. Pemanfaatan Limbah Peleburan Besi Untuk Pembuatan Paving Block . Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.Arikunto, Suharsimi, Prof. Dr. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Penggeragajian Kayu (Edisi Revisi IV) . Yogyakarta : Rineka Cipta

Sabtu, 29 Januari 2011

jalan sarad

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pemanenan kayu adalah pemanfaatan yang rasional dan penyiapan suatu bahan baku dari alam menjadi sesuatu yang siap dipasarkan untuk bermacam-macam kebutuhan manusia. Kawasan hutan pada umumnya merupakan wilayah yang terletak di pegunungan atau daerah rendah yang berbukit-bukit sehingga kebanyakan mempunyai topografi miring sampai terjal. Dalam klasifikasi hutan yang mendetail, luas minimum masing-masing tipe hutan harus ditetapkan secara tepat. Pembagian yang terlalu kecil justru mengurangi manfaat klasifikasi karena akan mempersulit penyelesaian data dan perencanaan. Klasifikasi hutan secara garis besar biasanya bermanfaat untuk perencanaan makro. Untuk menyusun rencana operasional diperlukan klasifikasi yang lebih rinci (Arief, 2001).
Kegiatan pemanenan kayu merupakan salah satu dari kegiatan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan produksi. Tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk menghasilkan kayu guna pemenuhan kebutuhan bahan bak industri hilir dalam negeri dan untuk pemenuhan terhadap permintaaan pasar. Banyaknya kayu yang dikeluarkan dari kawasan hutan produksi akan tergantung sekali kepada kemampuan hutan produksi tersebut menyediakan kayu serta bagaimana kegiatan pemanenan tersebut dilaksanakan. Dengan demikian, konsekuansi logis dari kegiatan pemanenan tersebut selain kayu yang diperolah juga dampak secara langsung maupun tidak langsung dilapangan. Dampak kegiatan pemanenan terhadap lingkungan adalah gambaran bagaimana pemanenan tersebut dijalankan dan juga merupakan petunjuk bagaimana kualitas pekerjaan pemanenan pada akhirnya (Widodo, 2004).
Penyaradan merupakan salah satu sistem penting di dalam pemanenan kayu, fungsinya adalah memindahkan kayu dari tempat pengumpulan sementara atau TPN. Penyaradan kayu dibedakan menjadi tiga yaitu ; penyaradan dengan hewan, penyaradan dengan traktor, dan penyaradan dengan kabel. Penyaradan dengan kayu dipengaruhi oleh ukuran kayu, topografi, cuaca jalan sarad, ketrampilan tenaga kerja, dan keadaan tanah. Tanah yang lembek memiliki topografi yang berat, ukuran kayu yang kecil dan tenaga kerja yang rendah akan mengurangi produktivitas traktor. Penyaradan ke arah bukit menyebabkan kemampuan alat sarad untuk menempuh jalan yang lebih pendek daripada penyaradan di daerah datar (Hendrick,1995).
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan terluas didunia dengan kondisi keanekaragaman yang sangat tinggi dimulai dari flora dan fauna. Dengan kawasan yang sangat luas, indonesia menjadi negara yang tergantung pada produksi hutan, terkhusus dibidang kayu log. Pada waktu penebangan maka diperlukan berbagai sarana dan prasarana yang mendukung salah satunya adalah jalan sarad (Brinker dan Wolf,2002).
Jalan sarad sangat diperlukan didalam pekerjaan penyaradan. Yang dimaksud dengan penyaradan adalah kegiatan pemindahan log dari tunggak ketempat pengumpulan kayu (TPN/landing). Jalan sarad merupakan jalur didalam pengangkutan kayu dari lokasi tunggak ketempat pengumpulan kayu. Jalan sarad hanya dapat dilalui sebanyak empat trip, hal ini dilakukan agar kualitas tanah tidak rusak akibat seringnya jalan tersebut dilalui pleh kendaraan. Apabila jalan sarad ini dilalui lebih dari empat trip kemungkinann besar traktor yang mengangkut log akan terperangkap di dalam hutan akibat kerusakan jalan. Dan hal ini dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar (Pamulardi,1995).


Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk membuat rencana jalan sarad
2. Untuk menghitung panjang dan lebar masing masing jalan sarad
3. Untuk menghitung RKT, RKTT, RKAP dan ratio keterbukaan jalan sarad sementara serta produktivitas jalan sarad






TINJAUAN PUSATAKA

Penyaradan kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) atau ke pinggir jalan angkutan. Kegiatan ini merupakan kegiatan pengangkutan jarak pendek. Untuk mengurangi kerusakan lingkungan (tanah maupun tegakan tunggal) yang ditimbun oleh kegiatan penyaradan kayu, penyaradan kayu harusnya dilakukan sesuai dengan rute penyaradan yang sudah direncanakan diatas peta kerja. Selain itu, juga dimaksudkan agar prestasi kerja yang dihasilkan cukup tinggi. Perencanaan jalan sarad ini harus ditandai dilapangan sebagai acuan bagi pengemudi atau penyarad kayu. Hal ini berlaku untuk penyaradan yang menggunakan traktor. Penyaradan dengan menggunakan traktor sangat popular dalam hutan alam (HPH) di Indonesia. Penyaradan dengan cara ini sudah dimulai pada tahun 1970-an. Untuk menghindari kerusakan lingkungan penggunaan traktor pada daerah yang mempunyai lereng lebih kecil dari 30%. Walaupun secara teknis masih mampu bekerja pada kemiringan sampai 40% (Elias, 1997).
Jalan hutan merupakan jalan angkutan yang diperlukan untuk mengangkut kayu/hasil hutan ketempat pengumpulan hasil hutan (TPN/TPK) atau ketempat pengelolaan hasil hutan. Jalan induk adalah jalan yang diperlukan selama 5-20 tahunsecara terus menerus. Jalan cabang adalah jalan hutan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan penguasaan hutan selama 1-5 tahun secara terus menerus. Jalan sarad adalah jalan yang dapat digunakan untuk kegiatan penyaradan kayu bulat/ log selama satu tahun secara terus menerus. Pola jaringan jalan yang ideal adalah pola jaringa jalan yang membuka wilayah hutan secara merata dan menyeluruh sehingga menghasilkan PWH yang tinggi dan dengan kerapatan jalan jalan yang optimal (Elias,1997).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola jaringan dan lokasi jalan adalah; topografi, geologi, tanah dan sistem penyaradan serta pengangkutan. Akibat pengaruh faktor tersebut maka tata/letak pola jaringan jalan terpaksa menyimpang dari keadaan ideal sehingga mempengaruhi tingkat kecepatan jalan dan persen (%) PWH. Pada daerah yang datar skema perencanaan, pembukaan alur sarad tidak begitu sulit dilakukan. Apabila memungkinkan alur sarad dibuat selurus mungkin, maksimal sampai sebatas anak sungai (Pamulardi,1995).
Dalam pelaksanaan sarad digunakan rambu-rambu lalulintas sesuai dengan keperluan, jalan jalan secara keseluruhan harus merupakan satu kesatuan jaringan jalan sarad yang dapat menjamin keterangannya secara berdaya guna dan pengangkutan yang diperlukan. Dalam hal ini jalan jalan yang digunakan yang berada di dalam dan diluar unit juga harus mampu membuat keseluruhan jalan tersebut menjadi satu kesatuan jaringan jalan, jaringan jalan yang dimaksud kegiatan penyaradan kayu gelondongan hasil penebangan baik dihutan tanah kering maupun di hutan rawa, menggunakan alat atau menekan sekecil mungkin biaya dan kerusakan yang terjadi pada pohon ini (Muhdi,2001).
Luas jaringan jalan sarad adalah tiga hingga empat meter, panjang jalan sarad 100-600 meter dari tempat penimbunan kiayu (TPK) ditambah masuk ke dalam hutan karena akan digunakan pada siklus penebangan berikutnya maka jalan sarad tidak perlu ditebangi pada tahun kedua. Dalam hal ini jalan-jalan yang berada didalam dan duluar unit juga harus mampu membuat keseluruhan jalan tersebut menjadi satu kesatuan jaringan jalan. Jaringan jalan yang dimaksud adalah kegiatan penyaradan kayu gelondongan hasil penebangan baik dihutan tanah kering maupun dihutan rawa menggunakan alat atau menekan sekecil mungkin biaya dan kerusakan yang terjadi pada pohon ini sehingga erosi sudah sangat berkurang tetapi kegiatan pembangunan jalan sarad tidak acak acakan tetapi bentuk tanduk rusa atau membentuk strip (Irvine,1995).
Desain lapangan tingkat kuvia memperlihatkan jalan sarad dan jumlah rumpang yang ada pada jalan sarad tersebut. Dalam satu terdapat 2-20 rumpang dengan luas total 0,15-15 ha. Setiap kuvio mempunyai register 200000 ha ada sekitar 2500 kuvio dan calon kuvio bukan hutan sekitar kiviom merupakan unit mandiri dan mempunyai rencana sendiri. Dihutan bakau, alur alur digunakan senbagai jalan sarad dihutan hutan rawa gambut digunakan jaln kuda kuda. Bila penebangan hanya dilakukan sepanjang jalan maka jalan angkutan tersebut merupakan jalan sarad dan rumpang jalan sarad dan jalan rumpang disepanjang jalan rumpang tersebut. Ada kuvio yang potensional kayunya tinggi dan ada pula yang potensional rotannya tinggi (Brinker dan Wolf,2002).
METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada Hari Rabu, 21 Oktober 2009, pukul 14.00 WIB sampai dengan selesai di Ruang 301 Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1. Peta kontur sebagai objek praktikum
2. Buku data untuk tempat menulis data
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1. Penggaris 1 m dan 30 cm untuk menggaris dan mengukur jarak
2. Penggaris busur untuk mengukur sudut
3. Jangka untuk membentuk lingkaran
4. Pensil unutuk membuat garis jalan pad peta atau sebagai alat gambar
5. Penghapus untuk menghapus bagian yang salah
6. Meja gambar untuk tempat menggambar peta
7. Kalkulator untuk menghitung

Prosedur Praktikum
Prosedur yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1. Dibuat perencanaan jalan sarad dengan ketentuan batas batasnya adalah sebagai berikut:
a. tidak melalui topografi yang curam
b. jalan sarad terjauh disesuaikan dengan kemampuan alat (umumnya 700 m) atau dengan perhitungan ekonomis
c. jarak sarad mengarah pada satu titik TPN (landing)
d. tpn berada dipinggir jalan angkutan
e. yang disarad adalah pohon
f. radius belokan minimal 100m
g. pada jalan sarad jabang direncanakan maksimal 4 kali lintasan atau 4 trip
2. Perhitungan:
a. panjang jalan sarad utama dan panjang jalan sarad cabang
b. jumlah pohon potensial yang dapat ditebang
c. jumlah pohon potensial yang dapat disarad
d. jumlah tegakan tinggal potensial
e. jumlah tegakan tinggal potensial terkena jalan sarad, baik jalan utama maupun jalan cabang

3. Dibuat analisa untuk mengefisien pengkuran rencana jalan sarad yaitu dihitung.
a. Rasio pohon terangkut
RPT = jumlah pohon terangkut x 100 %
jumlah pohon potensial dpt ditebang

b. Rasio kerusakan tegakan tinggal
RKTT = jumlah tegakan tinggal terkena jalan sarad x 100 %
jumlah tegakan tinggal potensial

c. Rasio keterbukaan areal permanen
RKAP = lebar x panjang jalan sarad utama x 100 %
luas petak tebang

d. Rasio keterbukaan areal sementara
RKAS = lebar x panjang jalan sarad cabang x 100 %
luas petak tebang

e. Produktifitas jalan sarad
PJS = jumlah pohon terangkut (pohon/km)
panjang jalan sarad

4. Hasil dimasukkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Perhitungan Tiap Petak Tebang
No TPN
ke RPT (%) RKTT (%) RKAP (%) RKAS (%) PJS km/pohon
1 I
2 II
3 III
4 IV
Tabel 2. Tolak Ukur Pemilihan Alternatif
No Rasio Tolak ukur
1 Pohon terangkut (RPT) 80 % atau yang terbesar
2 Kerusakan tingkat tinggi (RKTT) < 20 % atau yang terkecil
3 Keterbukaan areal pemanenan (RKAP) < 3 % atau yang terkecil
4 Keterbukaan areal sementara (RKAS) < 4 % atau yang terkecil
5 Produktifitas jalan sarad Yang terbesar


























HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil perhitungan tiap petak tebang yang disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3. Hasil Perhitungan Tiap Petak Tebang
No TPn RPT (%) RKTT (%) RKAP (%) RKAS (%) PJS km/pohon
1 I 76,19 11,11 1,53 1,09 6
2 II 79,17 25 0,99 1,11 6
3 III 87,5 0 0,96 1,09 6
4 IV 84,09 7,69 1,02 0,95 8
5 V 87,32 12,5 1,15 1,11 6
6 VI 83,07 10 0,47 1,09 8
7 VII 80,23 21,43 0,45 1,27 10


Pembahasan
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa RPT tertinggi terdapat pada TPn V yaitu 88,73 %, sedangkan RPT terendah terdapat pada TPn I yaitu 81,25 %. Data tersebut menunjukkan bahwa pohon yang dipanen pada petak tebang V lebih banyak daripada petak tebang I. Nilai rasio yang didapat merupakan perbandingan antara jumlah pohon yang berhasil dipanen dengan jumlah pohon yang berpotensi untuk dipanen. Jadi semakin banyak pohon yang berhasil dipanen maka semakin besar nilai rasio pohon terangkut. Nilai ini harus dimaksimalkan agar memperoleh keuntungan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dilihat juga bahwa RKTT tertinggi terdapat pada TPn V yaitu 33,33 %, sedangkan RKTT yang terendah terdapat pada TPn IV yaitu 11,11 %. Nilai rasio menunjukkan besarnya jumlah pohon potensial yang rusak akibat jalan sarad dibandingkan dengan jumlah pohon yang potensial dipanen namun tidak terjangkau lokasinya. Jadi semakin kecil nilai rasio kerusakan tegakan tinggal berarti menunjukkan semakin kecil jumlah pohon yang rusak terkena jalad sarad. Nilai ini harus diminimalkan agar kerugian yang ditimbulkan semakin kecil.
Nilai RKAP tertinggi terdapat pada TPn I yaitu 1,43 %, sedangkan RKAP terendah terdapat pada TPn VI yaitu 0,44 % (pada Tabel 3). Nilai tersebut menunjukkan keterbukaan areal permanen yang digunakan sebagai jalan sarad utama terhadap luasan petak tebangnya. Luas areal diperoleh dari panjang jalan sarad dikalikan dengan lebar jalan. Menurut Irvine (1995), luas jaringan jalan sarad adalah memiliki lebar tiga hingga empat meter, panjang jalan sarad 100-600 meter. Jadi semakin luas aareal yang dibuka maka nilai rasio RKAP akan semakin besar. Nilai ini harus diminimalkan untuk memperkecil kerugian.
Nilai RKAS tertinggi terdapat pada TPn VII yaitu 1,26 %, sedangkan RKAP terendah terdapat pada TPn VI yaitu 0,92 % (pada Tabel 3). Data tersebut menunjukkan luasan areal yang dibuka sementara untuk jalan sarad cabang terhadap luasan petak tebangnya. Jadi semakin luas aareal yang dibuka maka nilai rasio RKAS akan semakin besar. Nilai ini juga harus diminimalkan untuk memperkecil kerugian.
Hasil yang diperoleh pada praktikum ini menunjukkan bahwa produktifitas jalan sarad tertinggi terdapat pada TPn II yaitu 13 pohon/kilometer, sedangkan produktifitas jalan sarad terendah terdapat pada TPn I yaitu 6 pohon/kilometer. Nilai rasio menunjukkan besarnya jumlah pohon yang terangkut dibandingkan dengan panjang jalan sarad yang dibuat.













KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Nilai RPT tertinggi terdapat pada TPn V yaitu 88,73 %, sedangkan RPT terendah terdapat pada TPn I yaitu 81,25 %.
2. Nilai RKTT tertinggi terdapat pada TPn V yaitu 33,33 %, sedangkan RKTT yang terendah terdapat pada TPn IV yaitu 11,11 %.
3. Nilai RKAP tertinggi terdapat pada TPn I yaitu 1,43 %, sedangkan RKAP terendah terdapat pada TPn VI yaitu 0,44 %.
4. Nilai RKAS tertinggi terdapat pada TPn VII yaitu 1,26 %, sedangkan RKAP terendah terdapat pada TPn VI yaitu 0,92 %.
5. Produktifitas jalan sarad tertinggi terdapat pada TPn II yaitu 13 pohon/kilometer, sedangkan produktifitas jalan sarad terendah terdapat pada TPn I yaitu 6 pohon/kilometer.


Saran
Diharapkan dalam perencanaan jalan sarad hasil mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang akan didapat.
PENDAHULUAN Penggergajian adalah suatu unit kegiatan yang merubah log menjadi kayu penggergajian dengan menggunakan alat utama gergaji. Perbedaannya dengan penggergajian kayu adalah alat yang digunakan. Gergaji adalah alat membelah dan memotong kayu yang terbuat dari logam atau campuran logam yang bentuknya pipih dan mempunyai gigi banyak. Peran industri penggergajian dalam pemanfaatan kayu adalah melakukan proses pengolahan kayu untuk pertama kali yakni yang pertama merubah kayu dalam bentuk log menjadi kayu gergajian yang berupa balok, papan dan sortimen lain untuk selanjutnya diolah pada industri sekunder, dapat memproses log yang bermutu rendah meskipun hasilnya tidak banyak, bisa juga kualitasnya baik. Dengan cara membuang bagian-bagian yang sehat dan hasilnya bisa saja berkualitas baik. Untuk kayu yang bernilai jual tinggi, kayu gergajian dari log kualitas rendah masih bisa menutupi biaya produksi. Log mutu rendah memiliki cirri bentuknya tidak silindris, cacat, growing, atau volumenya tidak besar. Industri penggergajian mengolah log menjadi kayu-kayu geragajian untuk pengolahan berikutnya. Mempunyai nilai strategis untuk industri-industri selanjutnya sehingga disebut primary conversion. Industri penggergajian merupakan proses pertama dalam urutan proses pengolahan kayu. Dapat dikatakan sebagai industri kayu yang berintegrasi dengan industri lainnya (integrated wood industry). Perusahaan dapat mendirikan perusahaan lain yang memanfaatkan kayu seefisien mungkin, dengan integrated wood industry biaya produksi, pasar, dan biaya-biaya lainnya dapat diminimumkan Layout adalah sistem pengaturan letak atau posisi mesin atau alat produksi dalam pabrik sesuai fngsi atau peranan masing-masing. Tujuan umumnya yaitu agar produksi berjalan lancar secara efektif dan efisien. Sedangkan tujuan lain dari layout ialah: 1. Keselamatan dan kegairahan pekerja meningkat 2. Memudahkanpengawasan/control 3. Memudahkan perawatan/maintenance mesin 4. Fleksibilitas (penambahan dan perluasan), untuk alat produksi pada masa yang akan datang 5. Menghilangkan pekerjaan yang melelahkan 6. Menyederhanakan gerak anggota badan 7. Pemakaian alat terintegrasi (dalam satu kesatuan yang berurutan). Ruang lingkup tata letak mesin meliputi : 1. Letak mesin, harus berdasarkan aliran proses produksi 2. Jarak antar mesin, diusahakan jarak antar mesin tidak terlalu jauhatau terlalu dekat. Jika terlalu jauh pekerja akan banyak bergerak, dan jika terlalu dekat sulit dalam perawatan dan operasional mesin 3. Urutan proses produksi 4. Secara horizontal dan vertikal, layout bisa vertikal (2 tingkat atau lebih) atau horizontal (1 tingkat). Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan antara lain : 1. Kondisi dan luas pabrik 2. Tipe, ukuran, kapasitas, dan jumlah mesin 3. Fungsi mesin 4. Kuantitas dan kualitas mesin 5. Jenis sumber tenaga 6. Kemungkinan perluasan dan penambahan mesin (harus direncanakan) PENGGERGAJIAN, LAYOUT DAN MESIN GERGAJI Pengamatan ini dilakukan di UD. SEDERHANA yang beralamat di Jln. Bromo Ujung No.1c yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 26 Agustus 2010. Perusahaan tersebut termasuk perusahaan kecil dengan jumlah karyawan tetap 6 orang.Perusahaan tersebut milik pak Doni Indra ST yang didirikan sejak tahun 1986. Keuntungan yang didapat dalam satu bulan berkisar Rp.30.000.000 dengan gaji karyawan sebesar Rp.30.000/hari. Bahan baku dari perusahaan ini berasal dari Pekan Baru berupa kayu Meranti, Damar, Jelutung, Merbau, Tampu Licin sedangkan yang berasal dari lokal adalah kayu Kemiri dan Mangga. Kayu yang paling banyak terjual adalah kayu Damar dan Merbau. Kayu yang paling mahal adalah kayu Merbau dengan harga Rp.10.000.000/m3. Kayu yang berasal dari UD.SEDERHANA dipasarkan kedaerah sekitar Medan, Aceh, Deli Serdang dan Binjai. Adapun mesin-mesin yang ada pada perusahaan itu berasal dari Indonesia, Italia, dan Cina. Layout dari perusahaan tersebut kurang baik dimana letak antara mesin yang satu dengan mesin yang lainnya terlalu jauh dan urutan proses pengelolahan kayu tidak beraturan. Keamanan dari perusahaan tersebut kurang memadai karena tidak adanya Satpam. Mesin dan sarana pendukung yang ada di UD.SEDERHANA adalah sebagai berikut. 1. Tahap Pertama o Pembelahan log menjadi cant o Log deck, lapangan untuk menampung log-log untuk digergaji o Headsaw I, gergaji utama membelah log menjadi cant o Headsaw II, membelah papan tebal menjadi lebih tipis o Rel/ carriage, menempatkan log yang akan digergaji pada headsaw, biasanya bertumpu pada rel o Roller, memindahkan kayu atau sabetan dari headsaw ke mesin berikutnya Tapi pada peusahaan tersebut pengelolahan kayu pada tahap pertama tidak ada dan pengelolahan kayu tahap pertama ini dilakukan di Pekan Baru dan kemudian hasil dari proses tersebut diambil oleh perusahaan UD. SEDERHANA. 2. Tahap Kedua o Resaw o Edger o Trimmer o Rel/ carriage 3. Tahap ketiga Gergaji pengolah kayu sisa (waste) 4. Timber deck dan tempat pengujian menampung atau menempatkan kayu gergajian, yang biasanya ada tempat pengujian kualitas kayu. Penguji kualitas kayu disebut grader. 5. Sumber tenaga 6. Bengkel 7. Gudang sparepart 8. Kantor atau ruang administrasi Cara pengelompokkan mesin ada 2 cara yaitu berdasarkan produk dan berdasarkan proses. Berdasarkan produk, yaitu mengelompokkan mesin produksi dengan fungsi yang sama, misalnya hasil produk berupa balok dihasilkan oleh satu mesin. Sedangkan berdasarkan proses yaitu mengelompokkan mesin dilihat dari mesin dengan fungsi yang sama, misalnya mesin yang berguna untuk mengamplas dikelompokkan pada satu tempat. Beberapa alat yang digunakan dalam UD. SDERHANA antara lain yaitu : 1. Sander (Wadkin Durham BGY 911215), berfungsi untuk menghaluskan dan membuat ketebalan kayu lebih teliti. Adapun bagiannya terdiri dari tempat amplas, focus kelurusan, skala keketatan amplas, roda, pembuka tutup mesin, amplas, tune on off, penahan mesin, dan letak mesin. Gambar 1. Mesin Fres ( Sander) 2. Planner (Startrite SDX 310),berfungsi untuk menyamakan ketebalan kayu, menghaluskandan meratakan permukaan kayu, adapun bagiannya terdiri dari bilah gergaji, penghenti pisau, skala pembuangan serbuk, pengatur tempat pembuangan serbuk, tune on off, tempat pembuangan serbuk, pengaman mata pisau da meja potong. 3. Circlesaw (De Walt Tipe 10”250 MM BLADE), berfungsi untuk memotong kayu gergajian. Bagiannya terdiri dari skala putaran, pengguna mesin, pengatur tinggi mesin, putaran derajat, stop kontak, kabel mesin, pegangan, setelan bilah, pembuangan sisa serbuk, bilah, meja, dan penahan mesin. Gambar 2. Mesin Pemotong 4. Circular saw (Wadkin Bursgreen BRA 350), berfungsi untuk memotong kayu gergajian. 5. Band Saw (Startrite 352), berfungsi untuk membelah kayu gergajian dan membentuk kayu siku. 6. Cutting Band Saw (Sheng Tsai KL W 5693), berfungsi untukmembelah kayu gergajian. 7. Mesin bor digunakan untuk membuat lobang 8. Mesin selendang berfungsi untuk membengkokkan kayu. Adapun gambaran layout dari perusahaan UD.SEDERHANA adalah : Keterangan Gambar : 1. Mesin Potong 2. Mesin Siku 3. Mesin Asah Mata 4. Mesin Ketam/Fresh 5. Mesin Belah 6. Mesin Belah 7. Mesin Sponeng Profil 8. Mesin Potong 9. Mesin Selendang 10. Mesin Bor 11. Mesin Siku 12. Mesin Pensalam 13. Mesin Alur 14. Mesin Selendang 15. Mesin Fresh 16. Mesin Tarik Kotak 17. Mesin Siku 18. Mesin Alur 19. Mesin Profil KESIMPULAN 1. Perusahaan UD. SEDERHANA merupakan perusaan kecil 2. Pengelolahan kayu pada perusahaan ini dimulai dari tahap kedua sedangkan tahap pertama berada di Pekan Baru. 3. Keuntungan dari perusahaan ini berkisar Rp.30.000.000/bulan. 4. Jenis kayu yang ada di perusahaan tersebut adalah kayu Merbau, Damar,Meranti, dan Jelutung sedangkan dari lokal adalah kayu Kemiri dan Mangga. 5. Pasar dari perusahaan tersebut adalah Sekitar kota Medan, Binjai,Aceh dan Serdang Bedagai. 6. Mesin yang terdapat pada perusahaan ini sebanyak 1 buah 7. Mesin yang ada pada perusahaan ini bersal dari Indonesia, Cina, Dan Italia. 8. Layout dari perusahaan tesebut kurang baik. DAFTAR PUSTAKA Anonim.1989. Standart Pengujian dan Analisis saringan Agregat Halus dan Kasar (SNI-M-08-1989-F) Bandung. Yayasan Lembaga Pendidikan Masalah Bangunan. Departemen Pekerjaan Umum. Jurnal Penelitian Permukiman I. Vol XII.No 1-2. Arianto, A. 2005. Pemanfaatan Limbah Peleburan Besi Untuk Pembuatan Paving Block . Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Arikunto, Suharsimi, Prof. Dr. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Penggeragajian Kayu (Edisi Revisi IV) . Yogyakarta : Rineka Cipta

Selasa, 21 Desember 2010

bang ucok

BANG UCOK

Suatu senja di jalan Djamin Ginting Padang Bulan. Dari pengeras suara mesjid besar, suara adzan begitu jelas terdengar. Sementara, deru berbagai kenderaan - kenderaan bermotor yang memuncratkan asap kotor dari kanalpotnya, seolah hendak membungkam ‘panggilan Ilahi” tadi. Kebiasaan itu masih ditingkahi oleh lagu-lagu ngak-ngik-ngok yang memekakan telinga dari toko-toko disisi jalan. Pengap, kumuh, dan bising menyatu memadati udara. Syukur, lantunan adzan yang nyaris teredam itu, masih memberi kesejukan hati orang-orang yang waras.
Antrian kenderaan, lalu lalang manusia, anak-anak sekolah, mahasiswa, pekerja, pedagang, penganggur dan boleh jadi pencolong-terkemas menjadi satu pemandangan rutin tiap senja di jalan itu. Manusia yang makin dihimpit oleh kesibukan, persaingan, dan ketelitian agaknya sukar menerima suara panggilan ilahi di senja itu dengan pikiran dan hati jernih. Mereka agaknya sulit meluangkan waktu untuk Rabb mereka….,shalat maghrib!
Tapi senja itu ada yang lain. Sebuah Bus jurusan Brastagi yang sekoyong-koyongnya melaju tiba-tiba berhenti dan mengarah ke depan mesjid tersebut. Mobil tersebut ternyata tidak hendak menurunkan atau menaikkan penumpang. Ulah sopir tersebut tentunya membingungkan penumpangnya.
“ heh…kok berhenti mendadak. Mau buang air dulu apa? Gerutu seorang penumpang dengan aksen batak yang kental.
“ mau ganjal perut dulu mungkin”, timpal seorang pria gendut disebelahnya sembari mengepulkan asap rokoknya.
“ Maradian dulu, capek kali “’ sindir seorang ibu dengan dialek khas bataknya.
Sopir muda berjanggut itu dengan tenang berkata :
“ Sebelumnya saya mohon maaf kepada bapak dan ibu semuanya, karena perjalanan kita yang tertunda. Saya ingin shalat maghrib dulu”. Karuan saja semua penumpang bus itu terbengong-bengong. Sejak masih makan bubur, sampai uban di kepala bertabur, baru kali ini ada seorang supir kenderaan umum yang bertingkah aneh. Itu barangkali bayangan yang menyesaki benak para penumpang. Sang supir kembali melanjukan kata-katanya :
“ Saya tidak menyangka kita bakal terjebak kemacetan, kalau ingin dilanjutkan juga, tetap saja usai maghrib kita baru samapi tujuan. Izinkan saya melakukan shalat maghrib dulu….”
“ yang benar aja pir. Apa penumpang disuruh bengong-bengong nunggu oranng sembahyang…..?” protes segelintir penumpang.
“ Begini pak…saya bukan memaksa. Andaikan ada yang ingin cepat-cepat, silahkan pindah ke mobil lain. Ongkos akan saya kembalikan “. Pemuda itu berupaya menjinakkan penumpang. “ Kalau ingin diteruskan juga, sama saja. Kita bakal terlambat, soalnya bapak lihat sendiri, macet bukan main” unjarnya.
Masih belum ada jawaban ataupun reaksi . Mereka hanya saling pandang. Pikir punya pikir , jawaban si sopir cukup beralasan memang.
Akhirnya penumpang yang kebetulan sebagian muslim mengiyakan juga pendapat si sopir. Lantas sebagian ada yang mengikuti jejaknya, shalat. Sebagian yang lain tetap didalam bus.
Setelah siap shalat bang Ucok melanjutkan perjalan, demikian nama sopir tadi. Beberapa pekan lalu. Pemuda berdarah Mandailing ini memang berbeda dengan rekan-rekan sesama pengemudi bus. Sopir angkutan umum yang paling alim dan aneh , komentar rekan-rekannya.
“ Si Ucok jangan kamu kasih perempuan ……….Dia doyannya sajadah sama tasbih.
“ He, kemarin kulihat si Ucok bawa-bawa buku kecil yang tulisannya Arab. Kalau udah baca to buku lupa makan dia hee……
“kalau lihat perempuan ngak berani apalagi pegang-pegangan….!
Guyonan rekan-rekan Ucok dari berbagai suku itu acap kali mewarnai suasana di terminal pemberhentian. Namun, tidak semua rekannya memandang aneh Ucok. Beberapa ada juga yang mengikuti jejak pemuda Mandailing yang alim itu. Ucok tidak pernah marah mendengar guyonan teman-temannya. Paling hanya senyum-senyum, sembari menjawab. “ Ah kau ini , biasa saja. Awas nanti sebentar lagi nyawa kamu dicabut malaikat. Kapan sih kamu mau sadar…?”
Telah tujuh bulan ini Ucok menjadi pengemudi bus jurusan Brastagi itu . Sikapnya yang tawadhu’ dan dianggap aneh, nampak beberapa bulan terahir. Rupanya penyebab perubahan itu , setelah ia menekuni Islam secara serius . Konon, seminggu sekali secara rutin ia mengaji pada seoarang guru ngaji yang masih muda. Bang Regar namanya. Dari Bang Regar lah Ucok terbuka matanya dalam memahami islam.
Pemuda Mandailing yang pada dasarnya telah memiliki ‘bekal’ sedikit dari kampung halamnnaya, tak sulit mengikuti pelajaran-pelajaran dari bang Regar. Bahkan Ucok tergolong ‘cerdas’ menangkap isyarat guru ngajinya. Entah metode apa yang yang diterapkan bang Regar, dalam waktu singkat terjadilah revolusi pada diri Ucok. Ketika dikampung, sejak kanak-kanak ia mengaji sampai ia lulus SMA islam dirasakknya hambar. Agamanya yang diyakininya itu tak pernah berbekas dalam kehidupnanya.
Ucok yang bernama asli Taufik Nasution, betul-betul terkesan dengan penampilan bang Regar. Guru ngajinya bukan orang miskin , bahkan seorang sarjana lulusan perguruan tinggi negri paling beken di negri ini; USU. Namun sosoknya sangat bersahaja , tidak mewah. Padahal dua buah mobil, BMW dan Honda King selalu nongkrong dirumahnya.
Sebenarnya Ucok belum lama mengenal bang Regar. Namun ia melihat sesuatu yang lain yang istimewah pada guru ngajinya yang satu ini. Nyaris islam terjelma utuh pada potret pribadi laki-laki yang kini jadi idolanya. Materi-materi pengajian yang disampaikan, diurai dengan cermat, jelas dan menarik, betul-betul mudah dicerna dan mengena. Ternyata, bang Regar bukan tipe orang yang cuma bisa ‘ngomong’ tanpa mengamalkan. Akhlak, wawasan, tutur kata dan tingkah laku guru ngaji ini betul-betul jelmaan dari apa yang dikatakannya.
“ hee….cok. cepatlah sediktit. Mobil kalu sudah penuh tu!”
Sembiring dengan bahasa Batak cukup kental berteriak memperingtkan Ucok yang telah berada di mushalla terminal pagi itu. Rupanya anak karo berbeda agama itu , termasuk orang yang menyengi pribadi Ucok. Saat itu Ucok baru siap shalat Dhuha. Ia menoleh sejenak kearah mobilnya, namun tak segera ia beranjak. Ditundukkanya kepalanya dengan khusyu’,asyik sekali nampaknya ia berdoa. Selang beberapa saat ia beranjak dan bergegas ke busnya, “ Bismillahirrohmaini-rohim”’ kunci dikontak…dan…busnya yang dikemudikan anak mandailing itu berlalu tenaang menginggalkan terminal..

setetes cahaya

SETETES CAHAYA DI MALAM TAHUN BARU HIJIRIYAH
Suri menangis dan nyaris meraung dalam kamarnya. Sudah jalan tiga hari ini ia mengurung dirinya di ruang lima kali tujuh meter tersebut. Segala bujuk rayu papa dan mama tak digubrisnya. Entah, kasus apa yang melanda kehidupan gadis “kaya” yang mahasiswa perguruan tinggi negeri cukup beken di kota metropolitan itu, hingga ia terbenam dalam kesedihan berat. Ulah anak semata wayang itu, tentu saja mengundang rasa cemas tuan dan nyoya Munar Ritonga.
“Pah…,gimana ni. Sudah tiga hari ini dia ndak mau makan. Aku khawatir anak itu sakit!”, Nyonya Munar Ritonga mengiba kepada suaminya. Raut wajahnya begitu kusam.
“Ya…aku sudah berusaha ma, membujuk dia agar mau berterus terang. Tapi ia tetap bungkam dan tak mau membuka pintu kamarnya. Habis kita mesti bagaimana lagi to…?”, jawab pak Munar tak kalah cemasnya.
Rumah mewah dikawasan elit ibu kota itu, nampak makin muram selama tiga hari ini. Padahal sebelum suasana tempat tinggal pejabat eleson atas pertamina tersebut lumayan marak. Siti dan Juminah yang sehari-hari ‘ngepos, didapur misalnya, biasanya sahut-sahutan nyanyian lagu dangdut A.Rafiq sembari menunaikan tugas harian. Dua ibu muda asal Tapsel itu terkenal periang. Suasana makin berbunga tatkala Mustafa pemuda sekampung Siti menyetel lagu ‘hard rock’nya The Scorpion keras-keras. Tak peduli buta artinya, yang penting pekerjaan motong rumput dan nyuci mobil yang jumlahnya empat itu serasa santai bagi Mustafa bila mendengar lagu hingar bingar terebut.
Lho…., apa nyonya rumah tidak marah bila mereka bertingkah seperti itu? Tentu saja mereka berbuat begitu , manakala tak sebatang hidungpun rumah yang pernah ditaksir satu miliyar berada dirumah. Pagi hingga sore adalah milik para pembantu tersebut. Saat-saat seperti itulah seluruh pemiliknya keluar dengan masing-masing kesibukannya. Tuan Munar, begitu ia biasa di panggil, sibuk ngantor. Nyonya Munar yang konon pernah sekolah di Amerika, harus juga peras tenaga dan otak dengan posnya sebagai manager sebuah hotel berbintang. Suri sendiri sudah dimaklumi bila ia pulang sore bahkan sampai malam dengan mobil be em we kesayangannya, hadiah ulang tahun dari papa.
Sebetulnya jam pulang kuliah adalah pukul satu sampai pukul dua. Namun kebiasaan Suri, ia tak langsung pulang kerumah seusai kuliah. Dengan mobil mewahnya, kerap kali ia diajak teman-teman wanita dan prianya nongkrong di Texas atau Kentucky Fried Chicken. Atau gerombolan itu melepas kepenatan kampus di lantai-lantai disco hotel mewah. “ seharian mangkal disana sini, habis berapa Sur…?” Dedek anak tapsel teman sekampus suri pernah bertanya. “ Akh…, ngga’ seberapa, paling-paling cuma dua ratus ribu perak!”.
Lantaran itu, Siti, Juminah, maupun Mustafa nyaris tiap hari di waktu-waktu seperti itu berhura-hura, bak tikus-tikus yang berpesta pora tatkala kucinng tak ada. Keluarga Pak Munar praktis memamfaatkan bangunan mewah itu hanya untuk tidur tok. Waktu pertemuan anggota keluarga itu baru komplit di saat makan malam. Itupun jarang terjadi, lantaran Suri anak yang amat dimanjakan itu tak jarang pulang pas acara berita terakhir TVRI. Ketika papa dan mamanya mendesak ingin tahu kegiatan dari pagi hingga larut malam, sambil cemberut manja gadis itu menjawab : biasa ma…..ada film bagus dibintangi Robert Redford dan Raquel Welch….!. Biasanya bila pulang pada jam-jam seperti ini, Suri langsung menghempaskan dirinya ketempat tidur. Frekuensi komunikasi antara insan yang telah menjadi masyarakat miniature itu nyaris tak pernah terjadi . Sungguh kemegahan bangunan fisik rumah mewah tersebut tak semegah kenyamanan yang dirasakan Suri. Ia merasakan hubungannya yang beku terhadap kedua orang tuanya. Irama kehidupan dalam rumah itu tangga itu tak pernah memberinya semangat hidup. Namun kehangatan, kasih sayang orangtua, keriangan canda dengan orang tua yang begitu ia dambakan merupakan sebuah khayalan. Kasihan memang anak tunggal tuan Munar tersebut.
Wajar bila ia sering bertingkah laku ‘over acting’ sebagai kompensasi. Pernah bolos dan tidak kuliah selama satu bulan. Memebentuk gerombolan yang kerjanya, tak lebih menghamburkan isi kocek di di club-club diskotik, fitness center dsb. Sebulan lalu, ulahnya sempat merepotkan tuan Munar. Pasalnya mobil Baby-Benz yang dipakainya ke kantor, digunakan untuk kebut-kebutan hingga nabrak orang. Konon ia terakhir ia menjalin hubungan asmara dengan seorang pemuda bernama Reza, anak seorang direktur peusahaan swasta terkenal. Pantas saja belakngan ini ia kelihatan agak jinak. Rupanya gadis manja itu tengah kasmaran.
Amboi…betapa indahnya saat-saat in the mood seperti itu bagi Suri. Dirinya terasa mengawang ketaman sorgawi. Frekuensi kencan dengan arjuna yang namanya Reza itu sering dilakukan di tempat-tempat syhadu, lantai dansa club-club diskotik, restoran-restoran mewah. Ia baru merasakan kehangatan dan perhatian dari pemuda yang kini dianggapnya sebagai pelindung dan tempat mangadu kisah suka dukanya. Hubungan meraka mesra, karena Reza memperlihatkan perilaku simpatik selama ini kepada Suri. Entah, seajauh mana Reza telah memperlakukan pacarnya yang kaya raya itu.
Namun kemesraan sepasang sejoli itu tak berlangsung lama. Ikhwalnya, suatu hari Suri datang kerumah Reza, seperti biasanya, tanpa malu-malu ia langsung ke kamar pemuda pujaanya. Dan ternyata Reza tidak ada ditempat. Suri tidak langsung angkat kaki, namun iseng-iseng mengamati ruangan yang disisinya tertampang hiasan dinding diantarnya poster-poster musisi bule dan wanita yang nyaris bugil. Sambil mengamati sekeliling, ia membuka laci sebuah lemari kecil yang diatasnya bertengger sebuah video dan tumpukan kaset. Dan betapa…., kagetnya ketika didapat di dalam laci tersebut setumpukan majalah yang isinya…masya Allah! Suri makin terpukul tatkala didapatnya sebuah album foto yang isinya gambar-gambar Reza dengan wanita lain. Ohh….kau ternyata pemuda tak tau diri ….! Suri hampir menjerit. Hal tersebut hampir membuatnya jatuh tekulai. Dan…akhirnya ia tinggalkan ruangan itu dengan hati yang hancur berkeping-keping…!
Betapa dahsyatnya guncangan peistiwa yang menimpa Suri. Bila ia selama ini begitu berharap, arjunanya dapat memberikan perlindungan, kehangatan kasih sayang, kemesraan dan setumpuk harapan-harapan lain. Tenyata ia menghadapi kenyataan yang begitu amat pahit. Karena itulah semenjak tiga hari setelah peristiwa itu ia membenamkan diri dalam kamar. Nyaris ia mengambil jalan buntu, untuk menammatkan riwayat hidupnya lewat sekaleng Baygon. Namun, ketika ia mengikuti bisikan iblis durjana itu, serta merta terniang kembali kata-kata ‘Dedek’ teman satu kuliahnya yang telah berjilbab rapi nan anggun. Dikala itu dia saat ingin berada di dekat temannya tersebut.
“Sur….masih seperti dulu saja kamu. Kenapa ngak mengikuti terus lanjutan kegiatan studi islam waktu di kampus di acara mentoring ? Setelah rutin mengikuti pengajian hingga sekarang, aku merasa menemui diriku Sur, dan betapa kita akan tahu hakikat hidup kita. Betul kok Sur , aku begitu amat tenang dalam naungan kekuatan dan ke-Maha Besaran-Nya…..!
Begitu Dedek menyebut-nyebut tentang hakikat hidup, tenang dalam naungan kekuatan dan ke-Maha Besarann-Nya, sebetulnya ia mulai tertarik. Namun sayang, pergaulannnya yang terlalu bebas, untuk kemudian gadis itu larut kembali dalam gaya hidup yang serba kaya. Kendati demikian, ‘Dedek sempat memberikan sebuah buku beberapa hari dulu telah selesai dibaca. Isinya berkiprah tentang seorang wanita Afghanistan yang ditinggal mati kedua oangtuanya yang syahid di medan jihad. Ditengah alam ganas tanpa sanak family, tanpa rumah, senantiasa di intai ganasnya moncong-moncong senjata permusuhan, gadis itu tetap tegar menyongsong masa depannya. Tidak……, tidak mungkin gadis itu mampu bertahan hidup tanpa ruh yang memberikan kekuatan. Ya…., kekuatan itu ialah iman dan keyakinan akan perlindungan Allah, Pencipta, Pemilik, Penjamin, Pemelihara dan Penguasaan alam semesta.
Ya Allah, aku…? Ah…betapa aku telah lama berpaling darimu.Selama setahun ini betapa tak secuilpun aku mengindahkan seruan-seruan-Mu yang mulia. Betapa aku telah lalaikan ajaran-ajaran-Mu yang agung….! Dan …betapa.., ya Robbi betapa telah pekatnya lumpur dosa yang menyelimuti diriku. Dimalam tahun baru hijiriyah tersebut Suri serasa menemukan kembali cahaya kehidupan yang sesungguhnya. Suri tenggelam dalam kesedihan dan penyesalan yang dalam. Air mata terus terurai, membasahi bantal yang menutupi wajahnya. Kali ini tangisnya lain, bukan lagi raungana penyesalan retaknya hubungan dia dengan Reza. Namun, tangis ketika suara fitrah seorang insan menguak tabir kelalaian. Ya..Allah, pantaskah aku manangisi diriku , ketika aku tahu engkau Maha Segalnya.Semoga di tahun baru ini aku bisa memperbaiki seluruh perbuatanku yang telah lewat.
Suara adzan Maghrib menerobos kamar Suri. Dan gadis itu berhentak seakan baru bangun dari mimpinya yang panjang.Suri baru sadar selama setahun ini begitu banyak ia melakukan kesalahan, dan di akhir malam penghabisan tahun dia ingin kembali menyongsong masa depannya.” Allahu Robbi, izinkan aku untukmu kembali kepada-Mu”. Dua butir cairan bening kembali keluar dari matanya. Namun air mata gadis itu bergelora, menyiratkan adanya semangat baru untuk menyongsong kehidupannya kedepan di tahun baru hijiriyah kali ini.dengan penuh semangat dan keyakinan maka suri bergegas ke kamar mandi mengambil air wudhuk kemudian dia larut dengan iman dan taqwa kepada Sang Maha Pengampun.

Jumat, 22 Januari 2010

kapasitas lapang

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPASITAS LAPANG

1. Istilah-istilah Yang Berkaitan Dengan Kinerja Lapang Alat Mesin Pertanian

Kecepatan penggarapan suatu lapang dengan sebuah mesin, merupakan salah satu dasar pertimbangan dalam menghitung biaya pengerjaan
tersebut per satuan luas.

Kapasitas lapang teoritis sebuah alat ialah kecepatan penggarapan lahan yang akan diperoleh seandainya mesin tersebut melakukan kerjanya memanfaatkan 100 % waktunya, pada kecepatan maju teoritisnya dan selalu memenuhi 100 % lebar kerja teoritisnya.

Waktu per hektar teoritis ialah waktu yang dibutuhkan pada kapasitas lapang teoritis tersebut.

Waktu kerja efektif ialah waktu sepanjang mana mesin secara aktual melakukan fungsi/kerjanya. Waktu kerja efektif per hektar akan lebih besar dibanding waktu kerja teoritik per hektar jika lebar kerja terpakai lebih kecil dari lebar kerja teoritisnya.

Kapasitas lapang efektif ialah rerata kecepatan penggarapan yang aktual menggunakan suatu mesin, didasarkan pada waktu lapang total sebagaimana didefinisikan pada Bagian 2. Kapasitas lapang efektif biasanya dinyatakan dalam hektar per jam.

Efisiensi lapang ialah perbandingan antara kapasitas lapang efektif dengan kapasitas lapang teoritis, dinyatakan dalam persen. Efisiensi lapang melibatkan pengaruh waktu hilang di lapang dan ketakmampuan untuk memanfaatkan lebar teoritis mesin.

Efisiensi kinerja ialah suatu ukuran efektifitas fungsional suatu mesin, misalnya prosentase perolehan produk bermanfaat dari penggunaan sebuah mesin pemanen.

2. Kapasitas Lapang Efektif

Kapasitas lapang efektifsuatu alat merupakan fungsi dari lebar kerja teoritis mesin, prosentase lebarteoritis yang secara aktual terpakai, kecepatan jalan dan besarnya kehilangan waktu lapang selama pengerjaan. Dengan alat-alat semacam garu, penyiang lapang,pemotong rumput dan pemanen padu, secara praktis tidak mungkin untukmemanfaatkan lebar teoritisnya tanpa adanya tumpang tindih. Besarnya tumpang tindih yang diperlukan terutama merupakan fungsi dari kecepatan, kondisi tanah dan ketrampilan operator. Pada beberapa keadaan, hasil suatu tanaman bisa jadi terlalu banyak sehingga pemanen tidak dapat digunakan memanen selebar lebar kerjanya, bahkan pada kecepatan maju minimum yang masih mungkin.

Untuk alat yang terdiri dari satuan-satuan mata terpisah, semisal alat penanam atau penyiang tanaman larik, pengicir bijian, lebar teoritisnya adalah hasil kali banyaknya satuan (misalnya banyaknya larik, pembuka alur) dengan jarak antar satuan. Dengan kata lain, lebar teoritisnya dianggap mencakup setengah jarak satuan pada kedua sisi sebelah luar mata-mata paling ujung. Mesin-mesin tanaman larik memanfaatkan 100% lebar teoritisnya, sedangkan alat lapang terbuka yang memiliki mata terpisah akan terkena kehilangan karena tumpang tindih.

Kecepatan maju terbesar yang diijinkan berkaitan dengan faktor-faktor semacam sifat pengerjaan, kondisi lapang, dan besarnya daya tersedia. Untuk alat pemanen, faktor pembatasnya boleh jadi ialah kecepatan maksimum dapat ditanganinya bahan secara efektif dengan mesin tersebut.

Waktu hilang merupakanvariabel yang paling sulit dinilai dalam hubungannya dengan kapasitas lapang.Waktu lapang bisa hilang akibat penyetelan / pembetulan atau pelumasan alat, kerusakan, penggumpalan, belok di ujung, penambahan benih atau pupuk, pengosongan hasil panenan, menunggu alat pengangkut, dsb. Dalam kaitannya dengan kapasitas lapang efektif dan efisiensi lapang, waktu hilang tidak mencakup waktu pemasangan atau perawatan harian alat, ataupun waktu hilang akibat kerusakan

yang berat. Waktu hilang hanya mencakup waktu untuk perbaikan kecil di lapang dan waktu untuk pelumasan yang dibutuhkan di luar perawatan harian, di samping hal-hal lain seperti diuraikan di depan. Waktu lapang total dianggap sama dengan jumlah waktu kerja efektif ditambah waktu hilang.

Waktu yang dipakai untuk perjalanan dari dan ke lapang biasanya tercakup dalam menggambarkan biaya overall dari suatu pengerjaan, namun tak diperhitungkan ketika menentukan kapasitas lapang efektif atau efisiensi lapang.

Kapasitas lapang efektif suatu mesin bisa dinyatakan sbb :

Dengan

C = kapasitas lapang efektif, dalam hektar per jam

S = kecepatan jalan, dalam km/jam

W = lebar teoritis alat, dalam meter

Ef = efisiensi lapang, dalam persen.

Renoll mengusulkan pengiraan kapasitas lapang efektif dalam satuan menit per hektar, yang merupakan besarnya waktu teoritis per hektar ditambah waktu per hektar yang diperlukan untuk belok ditambah waktu perhektar yang diperlukan untuk “fungsi-fungsi penunjang”. Renoll menggolongkan seluruh waktu hilang selain belok ke dalam fungsi penunjang. Item-item ini diukur dan diperkirakan secara individual lalu dijumlahkan.

3. Waktu Hilang Untuk Belok

Belok di ujung atau di sudut suatu lapang menghasilkan suatu kehilangan waktu yang seringkali sangat berarti, terutama pada lapang-lapang pendek. Tidak peduli apakah suatu lapang dikerjakan pulang balik, dari tepi ke tengah ataukah digarap dengan mengelilingi titik pusatnya, jumlah waktu belok per satuan luas untuk sebuah alat dengan lebar tertentu akan berbanding terbalik dengan panjang lapang. Untuk suatu lapang persegi tertentu digarap searah panjangnya ataukah memutarinya, jumlah putaran perjalanan yang diperlukan akan sama pada ketiga cara di atas. Menggarap secara pulang balik memerlukan 2 kali belokan 180o per putaran, sedang kedua cara lainnya mencakup empat belokan 90o per putaran.

Waktu yang diperlukan untuk belok pada pengerjaan bolak-balik, misalnya pada tanaman larik, juga dipengaruhi oleh ketakteraturan bentuk lapang, besarnya ruang belok di head-land, kekasaran daerah belok dan lebar alat. Renll dalam suatu pengkajian selama 8 tahun dengan peralatan 1, 2, dan 4 larik (jarak larik 102 cm) mendapatkan bahwa waktu belok 12 – 18 detik per belokan bila daerah beloknya halus, namun akan lebih besar 10 – 30 % bila daerah beloknya kasaar. Waktu per belokan akan naik sebanyak 50 % jika daerah belok begitu sempit sehingga traktor harus diundurkan ketika belok.

Waktu per belokan pada head-land halus rata-rata hampir 5 % lebih besar pada pemanen atau penyiang 4 larik dibanding 2 larik. Perbedaannya ialah 20 – 25 % pada head-land kasar. Pada pengujian dengan alat yang lebih lebar, Barnes dkk mendapatkan bahwa waktu per belokan rerata 40 – 5- % lebih besar untuk penyiang dan penanam 6 larik dibanding 4 larik.

Renoll mengajukan penggunaan suatu faktor yang disebut “indeks mesin lapang” guna menunjukkan seberapa cocok suatu lapang tertentu terhadap pengerjaan tanaman larik. Renoll mendefinisikan indeks ini sebagai perbandingan prosentase dari waktu kerja efektif dibagi waktu kerja efektif + waktu belok. Harga-harga indeks terbanding untuk lapang-lapang yang berbeda ditentukan oleh pengkajian waktu aktual dengan mesin-mesin yang sama. Pengujian oleh Rnoll menunjukkan bahwa indeks mesin lapanng untuk suatu lapang tertentu cenderung konstan pada beragam pengerjaan tanaman larik.

Perjalanan tak kerja melintasi ujung-ujung suatu lapang menghasilkan kehilangan lainnya yang sering tak terhindarkan dan khususnya penting jika tanah yang luas dibagi-bagi ke dalam lapang-lapang yang pendek. Jika w adalah lebar total masing-masing tanah (yaitu lebar luasan yang digarap sebagai sebuah satuan), rerata jarak teoritis melintas tiap ujung ialah « w. Jika panjang lapang ialah L, rerata perjalanan total per putaran adalah 2 L + w, dan prosentase jarak perjalanan tak kerja adalah

Dengan membagi pembilang dan penyebut dengan w, diperoleh

Dalam prakteknya, perjalanan maksimum melintasi ujung suatu lapang akan sedikit lebih besar dibanding w, dan perjalanan minimum bila lapang dipersempit akan dibatasi oleh jejari belok mesin atau traktor. Karena itu dalam menghitung I sebaiknya diambil nilai w yang sedikit lebih besar dibanding lebar lapang.

4. Waktu Hilang Yang Sebanding dengan Luas

Beberapa waktu hilang, semacam karena istirahat dan penyetelan atau pemeriksaan alat, biasanya cenderung sebanding dengan waktu kerja efektif (atau dengan waktu lapang total) jika kecepatan kerja atau lebar alat ditambah. Perjalanan tak kerja melintasi ujung lapang cenderung sebanding dengan waktu kerja efektif jika kecepatan kerja normal dipertahankan saat melintasi ujung.

Kehilangan waktu yang lain, semacam yang disebabkan oleh halangan, penggumpalan, penambahan pupuk atau benih, dan pengisian tabung semprotan, seringkali cenderung lebih sebanding dengan luas daripada dengan waktu kerja. Waktu per hektar untuk belok pulang-balik pada pengerjaan tanaman larik cenderung tetap konstan (atau turun cuma sedikit) jika kecepatan kerja dinaikkan, karena kecepatan biasanya dikurangi saat belok, kecuali jika kecepatan kerja normalnya memang telah rendah. Waktu hilang yang disebabkan pengosongan hasil panen cenderung sebanding dengan jumlah hasil di samping sebanding dengan luasnya.

Waktu hilang yang cenderung sebanding dengan luas menjadi makin penting bila lebar atau kecepatan alat dinaikkan, karena waktu hilang tersebut akan terhitung dengan prosentase yang lebih besar dengan berkurangnya total waktu per hektar. Dengan demikian, mengganti penanam 4 larik dengan 6 larik pada kecepatan maju yang sama dapat menaikkan keluaran cuma 30 % bukannya 50 %.

Pentingnya secara relatif dari waktu berhenti yang sebanding dengan luas bisa ditentukan dari persamaan berikut, yang didasarkan pada definisi efisiensi lapang.

dengan

To = Waktu teoritik per hektar

Te = Waktu kerja efektif = To x 100/K

K = Persentase lebar alat yang dimanfaatkan secara actual

Th = Waktu hilang per hektar kerana penghentian yang tak sebanding dengan luas, setidaknya sebagian dari Th biasanya cenderung sebanding dengan Te

Ta = Waktu hilang per hektar karena penghentian yang cenderung sebanding dengan luas.

Dalam praktek aktual, hubungan antara banyak tipe waktu hilang dan waktu kerja efektif atau luas berada di suatu titik antara harga-harga ekstrim yang dihasilkan oleh Th dan Ta. Sebagaimana ditunjukkan dalam pasal 3, waktu per belokan untuk penanaman atau penyiangan tanaman larik naik sedikit jika lebar alat ditambah, sehingga waktu belok pada alat yang lebih lebar mempunyai prosentase yang lebih besar terhadap waktu total namun merupakan jumlah terkecil per hektarnya.

Mengisi wadah benih, jika hanya memerlukan sejumlah kecil benih per hektar, boleh jadi memerlukan waktu per hektar yang lebih kecil pada penanam lebar dibanding penenem yang lebih kecil karena waktu yang dibutuhkan untuk turun dari traktor, berjalan menju wadah, dan kembali kira-kira hampir sama pada kedua ukuran itu, dan akan merupakan sebuah persoalan yang signifikan dari waktu total dalam penambahan benih.

5. Waktu Hilang Berkenaan dengan Kehandalan Mesin

Peluang kerusakan alat, yang akan berakibat hilangnya waktu di lapang, adalah berbanding terbalik dengan kehandalan mesin. Kehandalan keberhasilan dapat didefinisikan sebagai peluang statistik berfungsinya suatu alat secara memuaskan pada kondisi tertentu sepanjang periode waktu tertentu. Sebagai contoh, jika sebuah alat memiliki kehandalan keberhasilan 1000 jam sebesar 90 %, rerata 10 % dari alat tersebut akan rusak sebelum 1000 jam dan 90 %-nya akan berumur pakai lebih dari 1000 jam. Cara lain untuk menyatakan kehandalan keberhasilan ialah dengan menyatakannya sebagai rerata selang waktu antara terjadinya kerusakan-kerusakan.

Kehandalan suatu gabungan suku atau gabungan mesin ialah hasil kali faktor-faktor kehandalan individual. Persen kehandalan harapan pada sebuah gabungan dari n bagian ialah

Dengan

x1, x2, x3, ….. xn = kehandalan harapan alat individual dalam persen.

Hendaknya diperhatikan bahwa kehandalan yang ditunjukkan dengan persamaan di atas hanyalah harga harapan statistik. Kehandalan satuan individual suatu tipe tertentuberagam secara lebar dari harga harapannya. kehandalan harapan dan faktor keragaman bisa ditentukan secara statistik dario pengamatan terhadap sekelompok satuan
individual.

Sebuah mesin komplek, semacam pemanen padu, memiliki peluang kerusakan yang jauh lebih besar dibanding sebuah mein sederhana, bahkan meskipun kehandalan keberhasilan seluruh suku individualnya mungkin saja tinggi. Sebagai contoh, sebuah mesin dengan hanya 10 bagian, masing-masing memiliki kehandalan keberhasilan 97 % untuk suatu periode waktu tertentu, akan memiliki kehandalan menyeluruh hanya sebesar 74 %. Sekalipun rancangan merupakan faktor utama kehandalan keberhasilan, tata cara pembuatan dan cara perawatan dan pemakaian mesin pun penting. Rancangan optimum merupakan suatu hasil yang menyetimbangkan biaya guna mendapatkan kehandalan yang tinggi dengan manfaat meminimumkan frekwensi terjadinya kerusakan.

Suatu survey terhadap lebih dari 1 500 petani di Indiana dan Illionis menunjukkan bahwa kehandalan keberhasilan tidak terlalu dipengaruhi oleh umur, baik pada mesin komplek maupun sederhana. Pada survey tersebut, kehandalan didasarkan pada kerusakan yang acak, tak teramalkan, serta tidak menertakan pengaruh keausan normal. Rerata terdapat 60 – 80 % peluang terjadinya satu atau lebih kerusakan per tahun, diawali dari tahun pertama umur mesin. Pada mesin yang mengalami kerusakan, rerata hilangnya waktu lapang per tahun biasanya lebih dari 8 jam untuk pemanen padu, 3 – 6 jam untuk pemetik jagung, 1 – 4 jam untuk bajak, serta kurang dari 2 jam untuk penanam dan penyiang tanamn larik. Waktu hilang yang besar pada kerusakan alat pemanen yang komplek mungkin menghasilkan kerugian ekonomis yang serius dikarenakan ketaktepatan waktu.

Kehandalan pemakaian waktu pada mesin individual menjadi makin penting jika beberapa mesin atau beberapa bagian mesin digunakan secara gabungan. Untuk sebuah alat individual, waktu hilang sebesar 5 atau 10 % karena kerusakan, penyetelan, pembetulan, penyumbatan/penggumpalan, atau berhenmti yang lain berkaitan dengan mesin, umumnya tidak dianggap serius. Namun jika 4 satuan semacam itu, masing-masing dengan kehandalan pemakaian waktu 98 %, digunakan secara beriritan, kehandalan pemakaian waktuharapan menyeluruh gabungan tersebut akan terkurangi sampai menjadi tinggal 66 %. Kehandalan pemakaian waktu, sebagaimana dibahas pada pasal ini, didasarkan pada waktu kerja efektif dan waktu hilang dari pemberhentian yang dibutuhkan pada masing-masing mesin individual dalam gabungan tersebut. Waktu hilang karena belok, istirahat, pengisian wadah benih atau pupuk, dan sebagainya, kira-kira akan tetap sama tak peduli berapa jumlah mesinnya, namun harus dimasukkan dalam penghitungan efisiensi lapang gabungan tersebut.

Dikarenakan adanya pengurangan kehandalan pada mesin gabungan, pemeliharaan preventif menjadi relatif lebih penting dibanding jika hanya dipakai mesin tunggal. Semua mesin dalam suatu gabungan hendaklah dapat dipakai sepanjang waktu yang sama. Antara perawatan dan kapasitas berbagai satuannya hendaklah dapat disesuaikan dengan baik.

6. Menghitung Waktu Hilang dan Efisiensi Lapang

Pengkajian waktu hilang telah dilakukan oleh sejumlah penyelidik untuk menentukan efisiensi lapang dan memberi informasi untuk keperluan analisa lapang. Pengkajian waktu terinci meliputi pengamatan dan pencatatan waktu secara menerus pada tiap kegiatan yang tercakup dalam pengerjaan lapang, untuk satu atau lebih perioda hari. Jika K = 100 %, efisiensi lapang ialah persentase total waktu lapang sepanjang mana mesin secara aktual menghasilkan fungsinya, dan dapat ditentukan secara langsung dari data waktu.

Contoh suatu pengkajian waktu terinci pada sebuah pemetik jagung satu larik disajikan di bawah ini. Waktu teramati telah diubah menjadi per hektar.

Aktivitas


menit per hektar
Belok di ujung larik 6.4
Mengosongkan keranjang 11.4
Membrsihkan mesin 5.7
Perjalanan tak kerja 2.7
Perjalanan dari dan ke gandengan 8.9
Mengumpulkan keranjang 5.2
Waktu berhenti lain 1.7
Pemetikan aktual 89.0
Jumlah waktu per hektar 131.0

Dari hasil tersebut, efisiensi lapangnya ialah

68%

Jika yang diperlukan dari suatu pengkajian hanyalah efisiensi lapangnya, hal itu dapat diperoleh dengan mengamati waktu lapang total selama 1 hari atau lebih, rerata kecepatan selama menghasilkan fungsinya secara aktual, total luas yang tergarap, dan lebar mesin teoritis. Rerata kecepatan penggarapan aktual kemudian dapatdihbungkan dengan kapasitas lapang teoritik untuk mendapatkan efisiensi lapang.

Hasil-hasil kajian lapang oleh berbagai penyelidik telah dianalisa dan dirangkum, menghasilkan harga-harga efisiensi lapang yang khas, sebagai berikut :
Kebanyakanpengerjaan pengolahan tanah(pembajakan, penyiangan, dsb) 75 – 90 %
Pengiciran atau pemupukan tanaman larik atau bijian 60 – 80 %
Pengiciran dan pemupukan tanaman larik atau bijian 45 – 65 %
Pemanenan padu 65 – 80 %
Petik jagung 55 – 70 %
Petik kapas (mesin tipe gelendong) 60 – 75 %
Potong rumput 75 – 85 %
Keruk rumput 75 – 90 %
Panen rumput atau bijian dengan windrower swa gerakdi lapang yang ada saluran irigasi 65 – 80 %
Panen rumput atau bijian dengan windrowerdi lapang tanpa saluran 75 – 85 %
Gulung jerami (gulungan diletakkan di tanah) 65 – 80 %
Gulung jerami (dengan keretapemuat digandeng di belakang) 55 – 70 %
Pencacah / perajang lapang 50 – 75 %
Penyemprotan 55 – 65 %

7. Memperbaiki Efisiensi Lapang

Dengan bertambah komplek dan bertambah mahalnya mesin, makin pentinglah untuk mendapatkan keluaran maksimum dari mesin tersebut. Meminimumkan waktu hilang di lapang merupakan salah satu cara guna memperbaiki kapasitas lapang. Para insinyur dapat menyumbang usaha mendapatkan efisiensi yang tinggi dengan merancang mesin yang memiliki kehandalan maksimum dan kebutuhan perawatan minimum.

Pengkajian waktu sering menunjukkan daerah perbaikan potensial dalam pengelolaan mesin. Jumlah waktu belok yang berlebihan dapat menunjukkan kebutuhan untuk memperbaiki kondisi atau lebar head-land aatu mengganti pola belok. Waktu berhenti yang berlebihan dapat berarti dibutuhkannya sistem perawatan preventif yang lebih baik.

Pengembangan alat dan sistem penanganan bahan di lapang yang lebih efisien menawarkan adanya potensi besar untuk meningkatkan efisiensi lapang. Benih, pupuk, herbisida, insektisida, dan bahan-bahan lain harus diangkut menuju lapang dan dimuat ke atas mesin. Hasil panen harus dibongkar dan diturunkan di tempat penyimpanan. Pada pengerjaan penanaman-pemupukan, penanganan bahan dalam karung di lapang dapat dengan mudah menyita 25 % dari total waktu lapang. Penanganan pupuk kering secara curah, atau pemakaian pupuk cair dan pompa pemindah dapat secara nyata mengurangi waktu penanganan bahan dan dengan demikian akan menaikkan efisiensi lapang. Renoll mendapatkan bahwa penggantian cara penanganan air pada pemberian bahan kimia pra tuna pada pengerjaan penanam tertentu menaikkan kapasitas penanam dari 1,4 ha/jam menjadi 1,6 ha/jam.