Rabu, 01 Juni 2011

analisis pegetasi

PENDAHULUAN

Latar belakang
Hutan adalah salah satu kekayaan bumi Indonesia yang tidak ternilai dan merupakan sebuah ekosistem dengan kandungan kekayaan alam yang sangat potensial. Tetapi, selalu ada sebuah komitmen dalam usaha pendayagunaan hutan sebagai aset alam. Yaitu komitmen yang tertuang dalam konsep asas manfaat dan lestari. Ini berarti, kegiatan pemanfaatan hutan harus diimbangi dengan upaya pelestariannya. Pemanfaatan hutan tidak boleh melanggar kelestarian lingkungan hutan yang terus dijaga dan dipelihara. Untuk keperluan tersebut, perlu kiranya diketahui potensi yang ada pada hutan tersebut. Salah satu pendekatannya yaitu dengan mengetahui besarnya biomassa pohon yang merupakan salah satu komponen penting dalam hutan (Ewusie, 1990).
Kata mangrove merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove (MacNae, 1968). Dalam bahasa Inggris kata mangrove digunakan baik untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang-surut maupun untuk individu-individu jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut, sedangkan dalam bahasa Portugis kata mangrove digunakan untuk menyatakan individu jenis tumbuhan, sedangkan kata mangal untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. MacNae (1968) menggunakan kata mangrove untuk jenis pohon-pohon atau semak belukar yang tumbuh diantara pasang surut air laut, dan kata mangal digunakan bila berhubungan dengan komunitas hutan. Richards (1975) menggunakan kata mangrove untuk kelompok ekologi jenis tumbuhan yang mendiami lahan pasang surut dan untuk komunitas tumbuhan yang terdiri atas jenis tersebut. FAO (1982) merekomendasikan kata mangrove sebaiknya digunakan baik untuk individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut.
Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau. Selain itu, oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya dengan rumpun bahasa Melayu, hutan magrove sering disebut dengan hutan bakau. Namun demikian, penggunaan istilah hutan bakau untuk sebutan hutan mangrove sebenarnya kurang tepat dan rancu, karena bakau hanyalah nama lokal dari marga Rhizophora, sementara hutan mangrove disusun dan ditumbuhi oleh banyak marga dan jenis tumbuhan lainnya. Dengan demikian, penggunaan istilah hutan mangrove hanya tepat manakala hutan tersebut hanya disusun oleh jenis-jenis dari marga Rhizophora, sedangkan apabila hutan tersebut juga disusun bersamaan dengan jenis dari marga yang lain, maka istilah tersebut tidak tepat lagi untuk digunakan (Onrizal, 2008).

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui komposisi jenis dan struktur hutan mangrove.


















TINJAUAN PUSTAKA
Keanekaragaman hayati yang sangat tinggi merupakan suatu koleksi yang unik dan mempunyai potensi genetik yang besar pula. Namun hutan yang merupakan sumberdaya alam ini telah mengalami banyak perubahan dan sangat rentan terhadap kerusakan. Sebagai salah satu sumber devisa negara, hutan telah dieksploitasi secara besar-besaran untuk diambil kayunya. Ekploitasi ini menyebabkan berkurangnya luasan hutan dengan sangat cepat. Keadaan semakin diperburuk dengan adanya konversi lahan hutan secara besar-besaran untuk lahan pertambangan, pemukiman, perindustrian, pertanian, perkebunan, peternakan serta kebakaran hutan yang selalu terjadi di sepanjang tahun. Dampak dari eksploitasi ini adalah terjadinya banjir pada musim penghujan dan kekeringan pada musim kemarau. Dengan demikian jelas terlihat bahwa fungsi hutan sebagai pengatur tata air telah terganggu dan telah mengakibatkan berkurangnya keanekaragaman hayati yang ada didalamnya. Hutan sebagai ekosistem harus dapat dipertahankan kualitas dan kuantitasnya dengan cara pendekatan konservasi dalam pengelolaan ekosistem. Pemanfaatan ekosistem hutan akan tetap dilaksanakan dengan mempertimbangkan kehadiran keseluruhan fungsinya. Pengelolaan hutan yang hanya mempertimbangkan salah satu fungsi saja akan menyebabkan kerusakan hutan (Irwan,1992).
Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas rawa-rawa berair payau yang terletak pada garis pantai dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu. Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran tadi --yang mengakibatkan kurangnya aerasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi (Anonimous, 2008).

Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan. Kegiatan analisis vegetasi pada dasarnya ada dua jenis metode dengan petak dan tanpa petak ukur. Salah satu metode dengan petak yang banyak digunakan adalah kombinasi antara metode jalur dengan metode garis berpetak. Pada kegiatan-kegiatan penelitian di bidang ekologi hutan seperti halnya pada bodang ilmu yang lainyang bersangkutan paut oleh sumberdaya alamdikenal dua jenis pengukuran untuk mendapatkan informasi yang diinginkan. Pengukuran tersebut dapat berupa pengambilan contoh (metode sampling) dan metode sensus (Latifah, 2005).
Pengukuran dan pengambilan contoh tumbuhan atau analisis vegetasi secara garis besar dapat di bagi atas dua metode, yaitu metode petak contoh dan metode tanpa petak.pada metode petak contoh pengukuran peubah dasar dilakukan dengan cara penafsiran berdasarkan petak contoh. Bila habitatnya berupa suatu daerah yang luas maka diambillah seluas tertentu dari daerah itu dan dari daerah contoh itu dihitungkah tumbuhan yang diteliti. Kesalahan analisis berdasarkan petak contoh tergantung pada tiga hal :
1. Populasi dalam tiap petak contoh yang diambil harus dapat dihitung dengan tepat.
2. Luas atau satuan tiap petak harus jelas dan pasti.
3. petak contoh yang diambil harus dapat mewakili seluruh daerah.
Metode jalur berpetak merupakan modifikasi dari metode jalur dan petak ganda. Bila dibandingkan dengan metode jalur/transek, maka terlihat bahwa pada metode garis berpetak ada lompatan-lompatan, dapat melompat satu petak atau lebih dalam jalur yang dibuat. Pada metode ini juga dibuat jalur dan pada jalur itu dibuat petak (Suin, 2002).







METODOLOGI

Waktu dan Tempat
Adapun waktu dilaksanakannya praktikum Ekologi Hutan ini dilaksanakan pada hari Minggu, pada tanggal 29 September 2009 sampai selesai, yang berlokasi di Pulau Sembilan Kabupaten Langkat Sumatera Utara.

Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Ekosistem hutan mangrove yang tidak terganggu dengan yang terganggu.
2. Peta lokasi, peta kerja dan/atau peta penutupan lahan (peta penafsiran vegetasi).
3. Tali plastik (100 m per regu)
4. Patok dengan tinggi 1 meter, dimana ujung bawah runcing dan ujung atas
sepanjang 30 cm di cat merah atau putih.
5. Kompas
6. walking stick
7. Diameter-tape atau pita meter 100 cm
8. Meteran 10 m atau 20 m
9. Perlengkapan herbarium untuk metoda basah
10. Tally sheet dan alat tulis-menulis

Prosedur Kerja
1. Pembuatan regu kerja, setiap regu beranggotakan 6 – 10 orang
2. Menentukan lokasi jalur (unit contoh) di atas peta, panjang masing-masing jalur ditentukan berdasarkan lebar hutan (dalam praktikum ini panjang jalur sebesar 100 m per regu). Jalur dibuat dengan arah tegak lurus kontur.
3. Membuat unit contoh jalur dengan desain yang telah ada.
4. Mengidentifikasi jenis dan jumlah individu untuk semai dan pancang. Sedangkan untuk tiang dan pohon, selain dihitung jumlahnya juga diukur diameternya (diameter setinggi dada) dan tingginya (tinggi total dan tinggi bebas cabang). Data hasil pengukuran lapangan tersebut dicatat pada tally sheet. Dalam praktikum ini digunakan kriteria pertumbuhan sebagai berikut:
a. Semai : anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi < 1,5 m
b. Pancang : anakan pohon yang tingginya ≥ 1,5 m sampai diameter < 5 cm
c. Pohon : pohon dewasa berdiameter ≥ 5 cm

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan formulasi metoda dengan petak untuk menghitung besarnya kerapatan (ind/ha), frekwensi, dominsi (m2/ha), indek nilai penting dari masing-masing jenis dan indeks shanon-wiener.




















HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan analisis vegetasi di hutan mangrove yang telah dilakukan dalam kegiatan fieltrip ekologi dilaksanakan dengan menggunakan metode kombinasi yang terdiri dari metode jalur garis berpetak untuk analisis vegetasi. Pada kegiatan analisis vegetasi hutan mangrove yang tidak terganggu di Pulau Sembilan ditemukan 3 jenis spesies tingkat semai dengan jumlah seluruh individu 210 individu, 3 jenis spesies tingkat pancang dengan jumlah seluruh individu adalah 93 individu , 3 jenis spesies tingkat pohon dengan jumlah seluruh individu adalah 16 individu.
Untuk mengetahui komposisi jenis hutan mangrove, kegiatan analisis vegetasi dilakukan dengan menghitung indeks nilai penting. Pada tingkat semai dan pancang di hutan mangrove, INP merupakan penjumlahan dari kerapatan relatif dan frekuensi relatif sedangkan pada tingkat pohon, INP merupakan hasil penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominasi relatif. Berikut adalah analisis data pada kegiatan analisis vegetasi pada hutan mangrove yang tidak terganggu pada tingkatan semai.
Tabel 1. Analisis data pada tingkat semai
Nama Lokal Nama Latin Ʃ Ind Ʃ Plot ditemukan K (ind/ha) KR (%) F FR (%) INP H’
Bakau Rhizophora apiculata 112 5 28000 53,3 0,5 45,5 98,8
Mata buaya Brugueira sexangula 51 5 12750 24,3 0,5 45,5 69,7 1,0
Tengar Ceriops tagal 47 1 11750 22,4 0,1 9,0 31,5
Total 210 52500 1,1

Berdasarkan hasil analisa data pada tabel 1, terlihat dengan jelas bahwa pada tingkat semai didapat INP yang paling tinggi adalah pada jenis Bakau (Rhizophora apiculata) yaitu 98,8 % sedangkan INP yang terkecil adalah pada jenis Tengar (Ceriops tagal) yaitu 31,5. Dari data tersebut dapat diketahui komposisi jenis pada tingkat semai yang mendominasi adalah jenis Bakau (Rhizophora apiculata) tetapi jenis bakau ini tidak mendominasi sekali karena kurang dari 100 % , ini disebabkan karena kerapatan relatif dan frekuensi relatifnya rendah sehingga INP pada tingkat semai menjadi rendah. Hal ini telah dikemukakan oleh Simon (2007) yang menyatakan bahwa Indeks Nilai Penting sangat dipengaruhi oleh penjumlahan dari kerapatan relatif dan frekuensi relatif.
Pada analisis data diatas di peroleh Indeks Shannon-wiener di hutan mangrove yang tidak terganggu pada tingkatan semai adalah 1,01, yang berarti hutan mangrove tersebut keanekaragamannya tergolong rendah karena masih diantara 0-2, hal ini telah dinyatakan oleh Onrizal (2008) yang menyatakan bahwa Indek Shanon-Wiener yang terdapat pada 0-2 tergolong rendah, 2-3 tergolong sedang, ≥ 3 tergolong tinggi.
Analisis data pada tingkat pancang di hutan mangrove yang tidak terganggu menunjukkan bahwa bakau merah (Rhizophora apiculata) yang mendominasi pertumbuhannya dengan jumlah seluruh individu adalah 65 individu sedangkan yang paling sedikit adalah mata buaya (Brugueira sexangula) dengan jumlah seluruh individu adalah 10 individu. Berikut adalah analisis data pada tingkat pancang di hutan mangrove yang tidak terganggu.
Tabel 2. Analisis data pada tingkat pancang
Nama Lokal Nama Latin Ʃ Ind Ʃ Plot ditemukan K (ind/ha) KR (%) F FR (%) INP H’
Bakau Rhizophora apiculata 65 6 2600 69,9 0,6 60 130 0,8
Mata buaya Brugueira sexangula 10 2 400 10,8 0,2 20 31
Tengar Ceriops tagal 18 2 720 19,3 0,2 20 39
Total 93 10 3720 100 1 100 200

Berdasarkan hasil analisa data pada tabel 2, terlihat dengan jelas bahwa pada tingkat pancang didapat INP yang paling tinggi adalah pada jenis Bakau (Rhizophora apiculata) yaitu 130 % sedangkan INP yang terkecil adalah pada jenis Mata buaya (Brugueira sexangula) yaitu 31 %. Dari data tersebut dapat diketahui komposisi jenis pada tingkat pancang yang mendominasi adalah jenis Bakau (Rhizophora apiculata) karena lebih dari 100 % , ini disebabkan karena kerapatan relatif dan frekuensi relatifnya tinggi sehingga INP pada tingkat pancang menjadi rendah. Hal ini telah dikemukakan oleh Simon (2007) yang menyatakan bahwa Indeks Nilai Penting sangat dipengaruhi oleh penjumlahan dari kerapatan relatif dan frekuensi relatif.
Pada analisis data diatas di peroleh Indeks Shannon-wiener di hutan mangrove yang tidak terganggu pada tingkatan pancang adalah 0,8 , yang berarti hutan mangrove tersebut keanekaragamannya tergolong rendah karena masih diantara 0-2, hal ini telah dinyatakan oleh Onrizal (2008) yang menyatakan bahwa Indek Shanon-Wiener yang terdapat pada 0-2 tergolong rendah, 2-3 tergolong sedang, ≥ 3 tergolong tinggi.
Analisis data pada tingkat pohon di hutan mangrove yang tidak terganggu menunjukkan bahwa bakau merah (Rhizophora apiculata) mendominasi yang telah ada dengan jumlah seluruh individu adalah 8 individu sedangkan yang paling sedikit adalah pedada (Sonneratia alba) dengan jumlah seluruh individu adalah 2 individu. Berikut adalah analisis data pada tingkat pohon di hutan mangrove yang tidak terganggu.
Tabel 3. Analisis data pada tingkat pohon
Nama Lokal Nama Latin Ʃ Ind Ʃ Plot ditemukan K (ind/ha) KR (%) F FR (%) D DR INP H’
Bakau Rhizophora apiculata 8 1 800 50 0,14 14,2 0,4 38,05 102,2 0,97
Pedada Sonneratia alba 6 4 600 37,5 0,57 57,1 0,3 29,46 124,2
Tengar Ceriops tagal 2 2 200 12,3 0,29 28,6 0.4 32,47 73,5
Total 16 7 1600 1 100 1,1

Berdasarkan hasil analisa data pada tabel 3, terlihat bahwa pada tingkat pohon didapat INP yang paling tinggi adalah pada jenis Pedada (Sonneratia alba ) yaitu 124,2 % sedangkan INP yang terkecil adalah pada jenis Tengar (Ceriops tagal) yaitu 73,5 %. Dari data tersebut dapat diketahui komposisi jenis pada tingkat pohon yang mendominasi adalah jenis Pedada (Sonneratia alba) jenis Bakau (Rhizophora apiculata ) yaitu 102,2 tetapi kurang banyak terdapat di kawasan tersebut karena INP kurang dari 150 % , ini disebabkan karena kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansinya tiadak tinggi sehingga INP pada tingkat pohon menjadi rendah. Hal ini telah dikemukakan oleh Simon (2007) yang menyatakan bahwa Indeks Nilai Penting sangat dipengaruhi oleh penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominansi relatif.
Pada analisis data diatas di peroleh Indeks Shannon-wiener di hutan mangrove yang tidak terganggu pada tingkatan semai adalah 0,97 , yang berarti hutan mangrove tersebut keanekaragamannya tergolong rendah karena masih diantara 0-2, hal ini telah dinyatakan oleh Onrizal (2008) yang menyatakan bahwa Indek Shanon-Wiener yang terdapat pada 0-2 tergolong rendah, 2-3 tergolong sedang, ≥ 3 tergolong tinggi.
Didasarkan rasa ingin tahu untuk dapat membedakan komposisi danstruktur hutan mangrove maka dilakukan pengamatan pada ekosistem mangrove yang terganggu. Pada kegiatan analisis vegetasi hutan mangrove yang terganggu ditemukan 1 jenis spesies tingkat semai dengan jumlah seluruh individu 5 individu, 3 jenis spesies tingkat pancang dengan jumlah seluruh individu adalah 9 individu , pada tingkat pohon tidak terdapat pohon mangrove karena tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Berikut adalah analisis data pada tingkat semai di hutan mangrove yang terganggu.
Tabel 4. Analisis data pada tingkat semai hutan terganggu
Nama Lokal Nama Latin Ʃ Ind Ʃ Plot ditemukan K (ind/ha) KR (%) F FR (%) INP H’
Bakau Rhizophora mucronata 5 1 1250 100 0,1 100 200 0
Total 5 1250 100 0,1 100

Berdasarkan analisa data yang telah ada didapat bahwa pada tingkat semai hanya satu jenis yang ada yaitu jenis Bakau (Rhizophora mucronata) dan dapat dipastikan bahwa lahan tersebut hampir kebanyakan yang kosong akibat ulah manusia seperti diadakannya tambak dan akhirnya tambak tersebut ditinggalkan pemiliknya karena produktifitas tambak tersebut menurun dan lahan tersebut terbengkalai, ini akan berdampak buruk terhadap lingkungan sekitar pantai dan masyarakat pulau sembilan.
Analisis data pada tingkat pancang di hutan mangrove yang terganggu menunjukkan bahwa jenis nyirih (Xylocarpus maoccensis) yang mendominasi pertumbuhannya dengan jumlah seluruh individu adalah 7 individu sedangkan yang paling sedikit adalah Tengar (Ceriops tagal) dengan jumlah seluruh individu adalah 1 individu. Berikut adalah analisis data pada tingkat pancang di hutan mangrove yang tidak terganggu.
Tabel 5. Analisis data pada tingkat pancang di hutan terganggu
Nama Lokal Nama Latin Ʃ Ind Ʃ Plot ditemukan K (ind/ha) KR (%) F FR (%) INP H’
Tengar Ceriops decandra 1 1 40 11,1 0,1 33,3 44,4 0,6
nyirih Xylocarpus maoccens 7 1 280 77,8 0,1 33,3 44,4
Tengar Ceriops tagal 1 1 40 11,1 0,1 33,3 44,4
Total 8 360 0,3

Berdasarkan hasil analisa data pada tabel 5, terlihat bahwa pada tingkat pancang didapat INP sama yaitu 44,4. Dari data tersebut dapat diketahui komposisi jenis pada tingkat pancang yang mendominasi adalah jenis Bakau (Rhizophora apiculata), nyirih (Xylocarpus maoccens), dan Tengar (Ceriops tagal ) pada data tersebut dapat disimpulkan bahwa INP nya rendah karenadibawah 100 %, ini disebabkan karena kerapatan relatif dan frekuensi relatifnya rendah sehingga INP pada tingkat pancang menjadi rendah. Hal ini telah dikemukakan oleh Simon (2007) yang menyatakan bahwa Indeks Nilai Penting sangat dipengaruhi oleh penjumlahan dari kerapatan relatif dan frekuensi relatif.
Pada analisis data diatas di peroleh Indeks Shannon-wiener di hutan mangrove yang terganggu pada tingkatan pancang adalah 0,6 , yang berarti hutan mangrove tersebut keanekaragamannya tergolong rendah karena masih diantara 0-2, hal ini telah dinyatakan oleh Onrizal (2008) yang menyatakan bahwa Indek Shanon-Wiener yang terdapat pada 0-2 tergolong rendah, 2-3 tergolong sedang, ≥ 3 tergolong tinggi.
Agar dapat membedakan dengan jelas bagaimana perbedaan hutan mangrove yang tidak terganggu dan yang terganggu, berikut adalah grafik hubungan jumlah individu pada tingkat semai, pancang, dan pohon pada masing-masing hutan sebagai berikut :
Grafik 1. Hubungan jumlah individu

Dari grafik diatas dapat terlihat dengan jelas perbedaan antara kedua hutan yang terganggu dan tidak terganggu bahwa hutan yang tidak terganggu mempunyai jumlah individu yang jauh lebih banyak daripada yang terganggu. Untuk mengetahui komposisi jenis hutan mangrove, kegiatan analisis vegetasi dilakukan dengan menghitung indeks nilai penting dan Indeks Shanon-Wiener dapat memperlihatkan keanekaragaman. Kita akan melihat grafik hubungan Indeks Shanon-Wiener pada semai, pancang, pohon pada kedua hutan. Berikut ini adalah grafik hubungan Indeks Shanon-Wiener yaitu :







Grafik 2. Hubungan Inddeks Shanon-Wiener pada kedua keadaan hutan

Berdasarkan grafik yang ada diatas dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman jenis di hutan mangrove yang baik lebih banyak daripada di hutan rusak.
















KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis vegetasi di hutan mangrove Pulau Sembilan yaitu sebagai berikut :
1. Pada kegiatan analisis vegetasi hutan mangrove yang tidak terganggu di Pulau Sembilan ditemukan 3 jenis spesies tingkat semai dengan jumlah seluruh individu 210 individu, 3 jenis spesies tingkat pancang dengan jumlah seluruh individu adalah 93 individu , 3 jenis spesies tingkat pohon dengan jumlah seluruh individu adalah 16 individu.
2. Pada kegiatan analisis vegetasi hutan mangrove yang terganggu ditemukan 1 jenis spesies tingkat semai dengan jumlah seluruh individu 5 individu, 3 jenis spesies tingkat pancang dengan jumlah seluruh individu adalah 9 individu , pada tingkat pohon tidak terdapat pohon mangrove karena tidak memenuhi kriteria yang telah ditentukan.
3. Indeks Shanon-Wiener yang paling tinggi adalah pada tingkat semai di hutan mangrove yang tidak terganggu adalah 1,01 sedangkan yang paling kecil pada tingkat semai di hutan mangrove yang terganggu adalah 0. hal ini dapat disimpulkan bahwa tingkat keanekaragamannya tergolong rendah.
4. Jenis bakau (Rhizophora apiculata) mendominasi pada tingkat semai, pancang, pohon pada hutan mangrove yang tidak terganggu.
5. INP tertinggi pada jenis Bakau (Rhizophora apiculata) yaitu 98,78 pada tingkat semai yang terdapat di hutan mangrove tidak terganggu sedangkan yang paling kecil pada jenis Tengar (Ceriops tagal) yaitu 29,46 pada tingkat pohon di hutan mangrove yang tidak terganggu. Dari sini dapat diketahui bagaimana komposisi hutan mangrove di kawasan tersebut.

Saran
Sebaiknya para praktikan lebih baik lagi di lapangan dan dalam analisis data praktikum ini.


DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2008. Analisis Vegetasi Hutan Mangrove. http://Wikipedia.co.id/.

Ewusie,J.Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Penerbit ITB. Bandung.

Irwan, Z.D. 1992. Prinsip-Prinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Bumi Aksara. Jakarta.

Latifah, S. 2005. Analisis Vegetasi Hutan Alam. Jurusan Kehutanan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Odum, E.P. 1998. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Onrizal. 2008. Petunjuk Praktikum Ekologi Hutan. Universitas Sumatera Utara. Medan.

---------. 2008. Teknik Survey Dan Analisis Data Sumberdaya Mangrove. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Suin, N.M. 2002. METODE EKOLOGI. Penerbit Universitas Andalas. Universitas Andalas. Padang.

Wirakusumah, S. 2003. Dasar - Dasar Ekologi Bagi Populasi dan Komunitas. Penerbit Universitas Indonesia. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Selasa, 26 April 2011

PENDAHULUANPenggergajian adalah suatu unit kegiatan yang merubah log menjadi kayu penggergajian dengan menggunakan alat utama gergaji. Perbedaannya dengan penggergajian kayu adalah alat yang digunakan. Gergaji adalah alat membelah dan memotong kayu yang terbuat dari logam atau campuran logam yang bentuknya pipih dan mempunyai gigi banyak. Peran industri penggergajian dalam pemanfaatan kayu adalah melakukan proses pengolahan kayu untuk pertama kali yakni yang pertama merubah kayu dalam bentuk log menjadi kayu gergajian yang berupa balok, papan dan sortimen lain untuk selanjutnya diolah pada industri sekunder, dapat memproses log yang bermutu rendah meskipun hasilnya tidak banyak, bisa juga kualitasnya baik. Dengan cara membuang bagian-bagian yang sehat dan hasilnya bisa saja berkualitas baik. Untuk kayu yang bernilai jual tinggi, kayu gergajian dari log kualitas rendah masih bisa menutupi biaya produksi. Log mutu rendah memiliki cirri bentuknya tidak silindris, cacat, growing, atau volumenya tidak besar.Industri penggergajian mengolah log menjadi kayu-kayu geragajian untuk pengolahan berikutnya. Mempunyai nilai strategis untuk industri-industri selanjutnya sehingga disebut primary conversion. Industri penggergajian merupakan proses pertama dalam urutan proses pengolahan kayu. Dapat dikatakan sebagai industri kayu yang berintegrasi dengan industri lainnya (integrated wood industry). Perusahaan dapat mendirikan perusahaan lain yang memanfaatkan kayu seefisien mungkin, dengan integrated wood industry biaya produksi, pasar, dan biaya-biaya lainnya dapat diminimumkanLayout adalah sistem pengaturan letak atau posisi mesin atau alat produksi dalam pabrik sesuai fngsi atau peranan masing-masing. Tujuan umumnya yaitu agar produksi berjalan lancar secara efektif dan efisien. Sedangkan tujuan lain dari layout ialah:1. Keselamatan dan kegairahan pekerja meningkat2. Memudahkanpengawasan/control3. Memudahkan perawatan/maintenance mesin4. Fleksibilitas (penambahan dan perluasan), untuk alat produksi pada masa yang akan datang5. Menghilangkan pekerjaan yang melelahkan6. Menyederhanakan gerak anggota badan7. Pemakaian alat terintegrasi (dalam satu kesatuan yang berurutan).Ruang lingkup tata letak mesin meliputi :1. Letak mesin, harus berdasarkan aliran proses produksi2. Jarak antar mesin, diusahakan jarak antar mesin tidak terlalu jauhatau terlalu dekat. Jika terlalu jauh pekerja akan banyak bergerak, dan jika terlalu dekat sulit dalam perawatan dan operasional mesin3. Urutan proses produksi4. Secara horizontal dan vertikal, layout bisa vertikal (2 tingkat atau lebih) atau horizontal (1 tingkat).Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan antara lain :1. Kondisi dan luas pabrik2. Tipe, ukuran, kapasitas, dan jumlah mesin3. Fungsi mesin4. Kuantitas dan kualitas mesin5. Jenis sumber tenaga6. Kemungkinan perluasan dan penambahan mesin (harus direncanakan)PENGGERGAJIAN, LAYOUT DAN MESIN GERGAJI Pengamatan ini dilakukan di UD. SEDERHANA yang beralamat di Jln. Bromo Ujung No.1c yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 26 Agustus 2010. Perusahaan tersebut termasuk perusahaan kecil dengan jumlah karyawan tetap 6 orang.Perusahaan tersebut milik pak Doni Indra ST yang didirikan sejak tahun 1986. Keuntungan yang didapat dalam satu bulan berkisar Rp.30.000.000 dengan gaji karyawan sebesar Rp.30.000/hari. Bahan baku dari perusahaan ini berasal dari Pekan Baru berupa kayu Meranti, Damar, Jelutung, Merbau, Tampu Licin sedangkan yang berasal dari lokal adalah kayu Kemiri dan Mangga. Kayu yang paling banyak terjual adalah kayu Damar dan Merbau. Kayu yang paling mahal adalah kayu Merbau dengan harga Rp.10.000.000/m3. Kayu yang berasal dari UD.SEDERHANA dipasarkan kedaerah sekitar Medan, Aceh, Deli Serdang dan Binjai. Adapun mesin-mesin yang ada pada perusahaan itu berasal dari Indonesia, Italia, dan Cina. Layout dari perusahaan tersebut kurang baik dimana letak antara mesin yang satu dengan mesin yang lainnya terlalu jauh dan urutan proses pengelolahan kayu tidak beraturan. Keamanan dari perusahaan tersebut kurang memadai karena tidak adanya Satpam.Mesin dan sarana pendukung yang ada di UD.SEDERHANA adalah sebagai berikut.1. Tahap Pertamao Pembelahan log menjadi canto Log deck, lapangan untuk menampung log-log untuk digergajio Headsaw I, gergaji utama membelah log menjadi canto Headsaw II, membelah papan tebal menjadi lebih tipiso Rel/ carriage, menempatkan log yang akan digergaji pada headsaw, biasanya bertumpu pada relo Roller, memindahkan kayu atau sabetan dari headsaw ke mesin berikutnyaTapi pada peusahaan tersebut pengelolahan kayu pada tahap pertama tidak ada dan pengelolahan kayu tahap pertama ini dilakukan di Pekan Baru dan kemudian hasil dari proses tersebut diambil oleh perusahaan UD. SEDERHANA.2. Tahap Keduao Resawo Edgero Trimmero Rel/ carriage3. Tahap ketigaGergaji pengolah kayu sisa (waste)4. Timber deck dan tempat pengujian menampung atau menempatkan kayu gergajian, yang biasanya ada tempat pengujian kualitas kayu. Penguji kualitas kayu disebut grader.5. Sumber tenaga6. Bengkel7. Gudang sparepart8. Kantor atau ruang administrasiCara pengelompokkan mesin ada 2 cara yaitu berdasarkan produk dan berdasarkan proses. Berdasarkan produk, yaitu mengelompokkan mesin produksi dengan fungsi yang sama, misalnya hasil produk berupa balok dihasilkan oleh satu mesin. Sedangkan berdasarkan proses yaitu mengelompokkan mesin dilihat dari mesin dengan fungsi yang sama, misalnya mesin yang berguna untuk mengamplas dikelompokkan pada satu tempat.Beberapa alat yang digunakan dalam UD. SDERHANA antara lain yaitu :1. Sander (Wadkin Durham BGY 911215), berfungsi untuk menghaluskan dan membuat ketebalan kayu lebih teliti. Adapun bagiannya terdiri dari tempat amplas, focus kelurusan, skala keketatan amplas, roda, pembuka tutup mesin, amplas, tune on off, penahan mesin, dan letak mesin. Gambar 1. Mesin Fres ( Sander)2. Planner (Startrite SDX 310),berfungsi untuk menyamakan ketebalan kayu, menghaluskandan meratakan permukaan kayu, adapun bagiannya terdiri dari bilah gergaji, penghenti pisau, skala pembuangan serbuk, pengatur tempat pembuangan serbuk, tune on off, tempat pembuangan serbuk, pengaman mata pisau da meja potong.3. Circlesaw (De Walt Tipe 10”250 MM BLADE), berfungsi untuk memotong kayu gergajian. Bagiannya terdiri dari skala putaran, pengguna mesin, pengatur tinggi mesin, putaran derajat, stop kontak, kabel mesin, pegangan, setelan bilah, pembuangan sisa serbuk, bilah, meja, dan penahan mesin. Gambar 2. Mesin Pemotong4. Circular saw (Wadkin Bursgreen BRA 350), berfungsi untuk memotong kayu gergajian.5. Band Saw (Startrite 352), berfungsi untuk membelah kayu gergajian dan membentuk kayu siku.6. Cutting Band Saw (Sheng Tsai KL W 5693), berfungsi untukmembelah kayu gergajian. 7. Mesin bor digunakan untuk membuat lobang8. Mesin selendang berfungsi untuk membengkokkan kayu.Adapun gambaran layout dari perusahaan UD.SEDERHANA adalah :Keterangan Gambar :1. Mesin Potong2. Mesin Siku3. Mesin Asah Mata4. Mesin Ketam/Fresh5. Mesin Belah6. Mesin Belah 7. Mesin Sponeng Profil8. Mesin Potong9. Mesin Selendang10. Mesin Bor11. Mesin Siku12. Mesin Pensalam13. Mesin Alur14. Mesin Selendang15. Mesin Fresh16. Mesin Tarik Kotak17. Mesin Siku18. Mesin Alur19. Mesin ProfilKESIMPULAN1. Perusahaan UD. SEDERHANA merupakan perusaan kecil2. Pengelolahan kayu pada perusahaan ini dimulai dari tahap kedua sedangkan tahap pertama berada di Pekan Baru.3. Keuntungan dari perusahaan ini berkisar Rp.30.000.000/bulan.4. Jenis kayu yang ada di perusahaan tersebut adalah kayu Merbau, Damar,Meranti, dan Jelutung sedangkan dari lokal adalah kayu Kemiri dan Mangga.5. Pasar dari perusahaan tersebut adalah Sekitar kota Medan, Binjai,Aceh dan Serdang Bedagai.6. Mesin yang terdapat pada perusahaan ini sebanyak 1 buah7. Mesin yang ada pada perusahaan ini bersal dari Indonesia, Cina, Dan Italia.8. Layout dari perusahaan tesebut kurang baik. DAFTAR PUSTAKA Anonim.1989. Standart Pengujian dan Analisis saringan Agregat Halus dan Kasar (SNI-M-08-1989-F) Bandung. Yayasan Lembaga Pendidikan Masalah Bangunan. Departemen Pekerjaan Umum.Jurnal Penelitian Permukiman I. Vol XII.No 1-2. Arianto, A. 2005. Pemanfaatan Limbah Peleburan Besi Untuk Pembuatan Paving Block . Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.Arikunto, Suharsimi, Prof. Dr. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Penggeragajian Kayu (Edisi Revisi IV) . Yogyakarta : Rineka Cipta

Sabtu, 29 Januari 2011

jalan sarad

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pemanenan kayu adalah pemanfaatan yang rasional dan penyiapan suatu bahan baku dari alam menjadi sesuatu yang siap dipasarkan untuk bermacam-macam kebutuhan manusia. Kawasan hutan pada umumnya merupakan wilayah yang terletak di pegunungan atau daerah rendah yang berbukit-bukit sehingga kebanyakan mempunyai topografi miring sampai terjal. Dalam klasifikasi hutan yang mendetail, luas minimum masing-masing tipe hutan harus ditetapkan secara tepat. Pembagian yang terlalu kecil justru mengurangi manfaat klasifikasi karena akan mempersulit penyelesaian data dan perencanaan. Klasifikasi hutan secara garis besar biasanya bermanfaat untuk perencanaan makro. Untuk menyusun rencana operasional diperlukan klasifikasi yang lebih rinci (Arief, 2001).
Kegiatan pemanenan kayu merupakan salah satu dari kegiatan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan produksi. Tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk menghasilkan kayu guna pemenuhan kebutuhan bahan bak industri hilir dalam negeri dan untuk pemenuhan terhadap permintaaan pasar. Banyaknya kayu yang dikeluarkan dari kawasan hutan produksi akan tergantung sekali kepada kemampuan hutan produksi tersebut menyediakan kayu serta bagaimana kegiatan pemanenan tersebut dilaksanakan. Dengan demikian, konsekuansi logis dari kegiatan pemanenan tersebut selain kayu yang diperolah juga dampak secara langsung maupun tidak langsung dilapangan. Dampak kegiatan pemanenan terhadap lingkungan adalah gambaran bagaimana pemanenan tersebut dijalankan dan juga merupakan petunjuk bagaimana kualitas pekerjaan pemanenan pada akhirnya (Widodo, 2004).
Penyaradan merupakan salah satu sistem penting di dalam pemanenan kayu, fungsinya adalah memindahkan kayu dari tempat pengumpulan sementara atau TPN. Penyaradan kayu dibedakan menjadi tiga yaitu ; penyaradan dengan hewan, penyaradan dengan traktor, dan penyaradan dengan kabel. Penyaradan dengan kayu dipengaruhi oleh ukuran kayu, topografi, cuaca jalan sarad, ketrampilan tenaga kerja, dan keadaan tanah. Tanah yang lembek memiliki topografi yang berat, ukuran kayu yang kecil dan tenaga kerja yang rendah akan mengurangi produktivitas traktor. Penyaradan ke arah bukit menyebabkan kemampuan alat sarad untuk menempuh jalan yang lebih pendek daripada penyaradan di daerah datar (Hendrick,1995).
Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai kawasan hutan terluas didunia dengan kondisi keanekaragaman yang sangat tinggi dimulai dari flora dan fauna. Dengan kawasan yang sangat luas, indonesia menjadi negara yang tergantung pada produksi hutan, terkhusus dibidang kayu log. Pada waktu penebangan maka diperlukan berbagai sarana dan prasarana yang mendukung salah satunya adalah jalan sarad (Brinker dan Wolf,2002).
Jalan sarad sangat diperlukan didalam pekerjaan penyaradan. Yang dimaksud dengan penyaradan adalah kegiatan pemindahan log dari tunggak ketempat pengumpulan kayu (TPN/landing). Jalan sarad merupakan jalur didalam pengangkutan kayu dari lokasi tunggak ketempat pengumpulan kayu. Jalan sarad hanya dapat dilalui sebanyak empat trip, hal ini dilakukan agar kualitas tanah tidak rusak akibat seringnya jalan tersebut dilalui pleh kendaraan. Apabila jalan sarad ini dilalui lebih dari empat trip kemungkinann besar traktor yang mengangkut log akan terperangkap di dalam hutan akibat kerusakan jalan. Dan hal ini dapat mengakibatkan kerugian yang sangat besar (Pamulardi,1995).


Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah :
1. Untuk membuat rencana jalan sarad
2. Untuk menghitung panjang dan lebar masing masing jalan sarad
3. Untuk menghitung RKT, RKTT, RKAP dan ratio keterbukaan jalan sarad sementara serta produktivitas jalan sarad






TINJAUAN PUSATAKA

Penyaradan kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn) atau ke pinggir jalan angkutan. Kegiatan ini merupakan kegiatan pengangkutan jarak pendek. Untuk mengurangi kerusakan lingkungan (tanah maupun tegakan tunggal) yang ditimbun oleh kegiatan penyaradan kayu, penyaradan kayu harusnya dilakukan sesuai dengan rute penyaradan yang sudah direncanakan diatas peta kerja. Selain itu, juga dimaksudkan agar prestasi kerja yang dihasilkan cukup tinggi. Perencanaan jalan sarad ini harus ditandai dilapangan sebagai acuan bagi pengemudi atau penyarad kayu. Hal ini berlaku untuk penyaradan yang menggunakan traktor. Penyaradan dengan menggunakan traktor sangat popular dalam hutan alam (HPH) di Indonesia. Penyaradan dengan cara ini sudah dimulai pada tahun 1970-an. Untuk menghindari kerusakan lingkungan penggunaan traktor pada daerah yang mempunyai lereng lebih kecil dari 30%. Walaupun secara teknis masih mampu bekerja pada kemiringan sampai 40% (Elias, 1997).
Jalan hutan merupakan jalan angkutan yang diperlukan untuk mengangkut kayu/hasil hutan ketempat pengumpulan hasil hutan (TPN/TPK) atau ketempat pengelolaan hasil hutan. Jalan induk adalah jalan yang diperlukan selama 5-20 tahunsecara terus menerus. Jalan cabang adalah jalan hutan yang dapat dipergunakan untuk kegiatan penguasaan hutan selama 1-5 tahun secara terus menerus. Jalan sarad adalah jalan yang dapat digunakan untuk kegiatan penyaradan kayu bulat/ log selama satu tahun secara terus menerus. Pola jaringan jalan yang ideal adalah pola jaringa jalan yang membuka wilayah hutan secara merata dan menyeluruh sehingga menghasilkan PWH yang tinggi dan dengan kerapatan jalan jalan yang optimal (Elias,1997).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola jaringan dan lokasi jalan adalah; topografi, geologi, tanah dan sistem penyaradan serta pengangkutan. Akibat pengaruh faktor tersebut maka tata/letak pola jaringan jalan terpaksa menyimpang dari keadaan ideal sehingga mempengaruhi tingkat kecepatan jalan dan persen (%) PWH. Pada daerah yang datar skema perencanaan, pembukaan alur sarad tidak begitu sulit dilakukan. Apabila memungkinkan alur sarad dibuat selurus mungkin, maksimal sampai sebatas anak sungai (Pamulardi,1995).
Dalam pelaksanaan sarad digunakan rambu-rambu lalulintas sesuai dengan keperluan, jalan jalan secara keseluruhan harus merupakan satu kesatuan jaringan jalan sarad yang dapat menjamin keterangannya secara berdaya guna dan pengangkutan yang diperlukan. Dalam hal ini jalan jalan yang digunakan yang berada di dalam dan diluar unit juga harus mampu membuat keseluruhan jalan tersebut menjadi satu kesatuan jaringan jalan, jaringan jalan yang dimaksud kegiatan penyaradan kayu gelondongan hasil penebangan baik dihutan tanah kering maupun di hutan rawa, menggunakan alat atau menekan sekecil mungkin biaya dan kerusakan yang terjadi pada pohon ini (Muhdi,2001).
Luas jaringan jalan sarad adalah tiga hingga empat meter, panjang jalan sarad 100-600 meter dari tempat penimbunan kiayu (TPK) ditambah masuk ke dalam hutan karena akan digunakan pada siklus penebangan berikutnya maka jalan sarad tidak perlu ditebangi pada tahun kedua. Dalam hal ini jalan-jalan yang berada didalam dan duluar unit juga harus mampu membuat keseluruhan jalan tersebut menjadi satu kesatuan jaringan jalan. Jaringan jalan yang dimaksud adalah kegiatan penyaradan kayu gelondongan hasil penebangan baik dihutan tanah kering maupun dihutan rawa menggunakan alat atau menekan sekecil mungkin biaya dan kerusakan yang terjadi pada pohon ini sehingga erosi sudah sangat berkurang tetapi kegiatan pembangunan jalan sarad tidak acak acakan tetapi bentuk tanduk rusa atau membentuk strip (Irvine,1995).
Desain lapangan tingkat kuvia memperlihatkan jalan sarad dan jumlah rumpang yang ada pada jalan sarad tersebut. Dalam satu terdapat 2-20 rumpang dengan luas total 0,15-15 ha. Setiap kuvio mempunyai register 200000 ha ada sekitar 2500 kuvio dan calon kuvio bukan hutan sekitar kiviom merupakan unit mandiri dan mempunyai rencana sendiri. Dihutan bakau, alur alur digunakan senbagai jalan sarad dihutan hutan rawa gambut digunakan jaln kuda kuda. Bila penebangan hanya dilakukan sepanjang jalan maka jalan angkutan tersebut merupakan jalan sarad dan rumpang jalan sarad dan jalan rumpang disepanjang jalan rumpang tersebut. Ada kuvio yang potensional kayunya tinggi dan ada pula yang potensional rotannya tinggi (Brinker dan Wolf,2002).
METODE PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada Hari Rabu, 21 Oktober 2009, pukul 14.00 WIB sampai dengan selesai di Ruang 301 Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1. Peta kontur sebagai objek praktikum
2. Buku data untuk tempat menulis data
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1. Penggaris 1 m dan 30 cm untuk menggaris dan mengukur jarak
2. Penggaris busur untuk mengukur sudut
3. Jangka untuk membentuk lingkaran
4. Pensil unutuk membuat garis jalan pad peta atau sebagai alat gambar
5. Penghapus untuk menghapus bagian yang salah
6. Meja gambar untuk tempat menggambar peta
7. Kalkulator untuk menghitung

Prosedur Praktikum
Prosedur yang digunakan dalam praktikum ini adalah
1. Dibuat perencanaan jalan sarad dengan ketentuan batas batasnya adalah sebagai berikut:
a. tidak melalui topografi yang curam
b. jalan sarad terjauh disesuaikan dengan kemampuan alat (umumnya 700 m) atau dengan perhitungan ekonomis
c. jarak sarad mengarah pada satu titik TPN (landing)
d. tpn berada dipinggir jalan angkutan
e. yang disarad adalah pohon
f. radius belokan minimal 100m
g. pada jalan sarad jabang direncanakan maksimal 4 kali lintasan atau 4 trip
2. Perhitungan:
a. panjang jalan sarad utama dan panjang jalan sarad cabang
b. jumlah pohon potensial yang dapat ditebang
c. jumlah pohon potensial yang dapat disarad
d. jumlah tegakan tinggal potensial
e. jumlah tegakan tinggal potensial terkena jalan sarad, baik jalan utama maupun jalan cabang

3. Dibuat analisa untuk mengefisien pengkuran rencana jalan sarad yaitu dihitung.
a. Rasio pohon terangkut
RPT = jumlah pohon terangkut x 100 %
jumlah pohon potensial dpt ditebang

b. Rasio kerusakan tegakan tinggal
RKTT = jumlah tegakan tinggal terkena jalan sarad x 100 %
jumlah tegakan tinggal potensial

c. Rasio keterbukaan areal permanen
RKAP = lebar x panjang jalan sarad utama x 100 %
luas petak tebang

d. Rasio keterbukaan areal sementara
RKAS = lebar x panjang jalan sarad cabang x 100 %
luas petak tebang

e. Produktifitas jalan sarad
PJS = jumlah pohon terangkut (pohon/km)
panjang jalan sarad

4. Hasil dimasukkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Perhitungan Tiap Petak Tebang
No TPN
ke RPT (%) RKTT (%) RKAP (%) RKAS (%) PJS km/pohon
1 I
2 II
3 III
4 IV
Tabel 2. Tolak Ukur Pemilihan Alternatif
No Rasio Tolak ukur
1 Pohon terangkut (RPT) 80 % atau yang terbesar
2 Kerusakan tingkat tinggi (RKTT) < 20 % atau yang terkecil
3 Keterbukaan areal pemanenan (RKAP) < 3 % atau yang terkecil
4 Keterbukaan areal sementara (RKAS) < 4 % atau yang terkecil
5 Produktifitas jalan sarad Yang terbesar


























HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil perhitungan tiap petak tebang yang disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 3. Hasil Perhitungan Tiap Petak Tebang
No TPn RPT (%) RKTT (%) RKAP (%) RKAS (%) PJS km/pohon
1 I 76,19 11,11 1,53 1,09 6
2 II 79,17 25 0,99 1,11 6
3 III 87,5 0 0,96 1,09 6
4 IV 84,09 7,69 1,02 0,95 8
5 V 87,32 12,5 1,15 1,11 6
6 VI 83,07 10 0,47 1,09 8
7 VII 80,23 21,43 0,45 1,27 10


Pembahasan
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dilihat bahwa RPT tertinggi terdapat pada TPn V yaitu 88,73 %, sedangkan RPT terendah terdapat pada TPn I yaitu 81,25 %. Data tersebut menunjukkan bahwa pohon yang dipanen pada petak tebang V lebih banyak daripada petak tebang I. Nilai rasio yang didapat merupakan perbandingan antara jumlah pohon yang berhasil dipanen dengan jumlah pohon yang berpotensi untuk dipanen. Jadi semakin banyak pohon yang berhasil dipanen maka semakin besar nilai rasio pohon terangkut. Nilai ini harus dimaksimalkan agar memperoleh keuntungan.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, dapat dilihat juga bahwa RKTT tertinggi terdapat pada TPn V yaitu 33,33 %, sedangkan RKTT yang terendah terdapat pada TPn IV yaitu 11,11 %. Nilai rasio menunjukkan besarnya jumlah pohon potensial yang rusak akibat jalan sarad dibandingkan dengan jumlah pohon yang potensial dipanen namun tidak terjangkau lokasinya. Jadi semakin kecil nilai rasio kerusakan tegakan tinggal berarti menunjukkan semakin kecil jumlah pohon yang rusak terkena jalad sarad. Nilai ini harus diminimalkan agar kerugian yang ditimbulkan semakin kecil.
Nilai RKAP tertinggi terdapat pada TPn I yaitu 1,43 %, sedangkan RKAP terendah terdapat pada TPn VI yaitu 0,44 % (pada Tabel 3). Nilai tersebut menunjukkan keterbukaan areal permanen yang digunakan sebagai jalan sarad utama terhadap luasan petak tebangnya. Luas areal diperoleh dari panjang jalan sarad dikalikan dengan lebar jalan. Menurut Irvine (1995), luas jaringan jalan sarad adalah memiliki lebar tiga hingga empat meter, panjang jalan sarad 100-600 meter. Jadi semakin luas aareal yang dibuka maka nilai rasio RKAP akan semakin besar. Nilai ini harus diminimalkan untuk memperkecil kerugian.
Nilai RKAS tertinggi terdapat pada TPn VII yaitu 1,26 %, sedangkan RKAP terendah terdapat pada TPn VI yaitu 0,92 % (pada Tabel 3). Data tersebut menunjukkan luasan areal yang dibuka sementara untuk jalan sarad cabang terhadap luasan petak tebangnya. Jadi semakin luas aareal yang dibuka maka nilai rasio RKAS akan semakin besar. Nilai ini juga harus diminimalkan untuk memperkecil kerugian.
Hasil yang diperoleh pada praktikum ini menunjukkan bahwa produktifitas jalan sarad tertinggi terdapat pada TPn II yaitu 13 pohon/kilometer, sedangkan produktifitas jalan sarad terendah terdapat pada TPn I yaitu 6 pohon/kilometer. Nilai rasio menunjukkan besarnya jumlah pohon yang terangkut dibandingkan dengan panjang jalan sarad yang dibuat.













KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Nilai RPT tertinggi terdapat pada TPn V yaitu 88,73 %, sedangkan RPT terendah terdapat pada TPn I yaitu 81,25 %.
2. Nilai RKTT tertinggi terdapat pada TPn V yaitu 33,33 %, sedangkan RKTT yang terendah terdapat pada TPn IV yaitu 11,11 %.
3. Nilai RKAP tertinggi terdapat pada TPn I yaitu 1,43 %, sedangkan RKAP terendah terdapat pada TPn VI yaitu 0,44 %.
4. Nilai RKAS tertinggi terdapat pada TPn VII yaitu 1,26 %, sedangkan RKAP terendah terdapat pada TPn VI yaitu 0,92 %.
5. Produktifitas jalan sarad tertinggi terdapat pada TPn II yaitu 13 pohon/kilometer, sedangkan produktifitas jalan sarad terendah terdapat pada TPn I yaitu 6 pohon/kilometer.


Saran
Diharapkan dalam perencanaan jalan sarad hasil mempertimbangkan keuntungan dan kerugian yang akan didapat.
PENDAHULUAN Penggergajian adalah suatu unit kegiatan yang merubah log menjadi kayu penggergajian dengan menggunakan alat utama gergaji. Perbedaannya dengan penggergajian kayu adalah alat yang digunakan. Gergaji adalah alat membelah dan memotong kayu yang terbuat dari logam atau campuran logam yang bentuknya pipih dan mempunyai gigi banyak. Peran industri penggergajian dalam pemanfaatan kayu adalah melakukan proses pengolahan kayu untuk pertama kali yakni yang pertama merubah kayu dalam bentuk log menjadi kayu gergajian yang berupa balok, papan dan sortimen lain untuk selanjutnya diolah pada industri sekunder, dapat memproses log yang bermutu rendah meskipun hasilnya tidak banyak, bisa juga kualitasnya baik. Dengan cara membuang bagian-bagian yang sehat dan hasilnya bisa saja berkualitas baik. Untuk kayu yang bernilai jual tinggi, kayu gergajian dari log kualitas rendah masih bisa menutupi biaya produksi. Log mutu rendah memiliki cirri bentuknya tidak silindris, cacat, growing, atau volumenya tidak besar. Industri penggergajian mengolah log menjadi kayu-kayu geragajian untuk pengolahan berikutnya. Mempunyai nilai strategis untuk industri-industri selanjutnya sehingga disebut primary conversion. Industri penggergajian merupakan proses pertama dalam urutan proses pengolahan kayu. Dapat dikatakan sebagai industri kayu yang berintegrasi dengan industri lainnya (integrated wood industry). Perusahaan dapat mendirikan perusahaan lain yang memanfaatkan kayu seefisien mungkin, dengan integrated wood industry biaya produksi, pasar, dan biaya-biaya lainnya dapat diminimumkan Layout adalah sistem pengaturan letak atau posisi mesin atau alat produksi dalam pabrik sesuai fngsi atau peranan masing-masing. Tujuan umumnya yaitu agar produksi berjalan lancar secara efektif dan efisien. Sedangkan tujuan lain dari layout ialah: 1. Keselamatan dan kegairahan pekerja meningkat 2. Memudahkanpengawasan/control 3. Memudahkan perawatan/maintenance mesin 4. Fleksibilitas (penambahan dan perluasan), untuk alat produksi pada masa yang akan datang 5. Menghilangkan pekerjaan yang melelahkan 6. Menyederhanakan gerak anggota badan 7. Pemakaian alat terintegrasi (dalam satu kesatuan yang berurutan). Ruang lingkup tata letak mesin meliputi : 1. Letak mesin, harus berdasarkan aliran proses produksi 2. Jarak antar mesin, diusahakan jarak antar mesin tidak terlalu jauhatau terlalu dekat. Jika terlalu jauh pekerja akan banyak bergerak, dan jika terlalu dekat sulit dalam perawatan dan operasional mesin 3. Urutan proses produksi 4. Secara horizontal dan vertikal, layout bisa vertikal (2 tingkat atau lebih) atau horizontal (1 tingkat). Adapun faktor-faktor yang harus diperhatikan antara lain : 1. Kondisi dan luas pabrik 2. Tipe, ukuran, kapasitas, dan jumlah mesin 3. Fungsi mesin 4. Kuantitas dan kualitas mesin 5. Jenis sumber tenaga 6. Kemungkinan perluasan dan penambahan mesin (harus direncanakan) PENGGERGAJIAN, LAYOUT DAN MESIN GERGAJI Pengamatan ini dilakukan di UD. SEDERHANA yang beralamat di Jln. Bromo Ujung No.1c yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 26 Agustus 2010. Perusahaan tersebut termasuk perusahaan kecil dengan jumlah karyawan tetap 6 orang.Perusahaan tersebut milik pak Doni Indra ST yang didirikan sejak tahun 1986. Keuntungan yang didapat dalam satu bulan berkisar Rp.30.000.000 dengan gaji karyawan sebesar Rp.30.000/hari. Bahan baku dari perusahaan ini berasal dari Pekan Baru berupa kayu Meranti, Damar, Jelutung, Merbau, Tampu Licin sedangkan yang berasal dari lokal adalah kayu Kemiri dan Mangga. Kayu yang paling banyak terjual adalah kayu Damar dan Merbau. Kayu yang paling mahal adalah kayu Merbau dengan harga Rp.10.000.000/m3. Kayu yang berasal dari UD.SEDERHANA dipasarkan kedaerah sekitar Medan, Aceh, Deli Serdang dan Binjai. Adapun mesin-mesin yang ada pada perusahaan itu berasal dari Indonesia, Italia, dan Cina. Layout dari perusahaan tersebut kurang baik dimana letak antara mesin yang satu dengan mesin yang lainnya terlalu jauh dan urutan proses pengelolahan kayu tidak beraturan. Keamanan dari perusahaan tersebut kurang memadai karena tidak adanya Satpam. Mesin dan sarana pendukung yang ada di UD.SEDERHANA adalah sebagai berikut. 1. Tahap Pertama o Pembelahan log menjadi cant o Log deck, lapangan untuk menampung log-log untuk digergaji o Headsaw I, gergaji utama membelah log menjadi cant o Headsaw II, membelah papan tebal menjadi lebih tipis o Rel/ carriage, menempatkan log yang akan digergaji pada headsaw, biasanya bertumpu pada rel o Roller, memindahkan kayu atau sabetan dari headsaw ke mesin berikutnya Tapi pada peusahaan tersebut pengelolahan kayu pada tahap pertama tidak ada dan pengelolahan kayu tahap pertama ini dilakukan di Pekan Baru dan kemudian hasil dari proses tersebut diambil oleh perusahaan UD. SEDERHANA. 2. Tahap Kedua o Resaw o Edger o Trimmer o Rel/ carriage 3. Tahap ketiga Gergaji pengolah kayu sisa (waste) 4. Timber deck dan tempat pengujian menampung atau menempatkan kayu gergajian, yang biasanya ada tempat pengujian kualitas kayu. Penguji kualitas kayu disebut grader. 5. Sumber tenaga 6. Bengkel 7. Gudang sparepart 8. Kantor atau ruang administrasi Cara pengelompokkan mesin ada 2 cara yaitu berdasarkan produk dan berdasarkan proses. Berdasarkan produk, yaitu mengelompokkan mesin produksi dengan fungsi yang sama, misalnya hasil produk berupa balok dihasilkan oleh satu mesin. Sedangkan berdasarkan proses yaitu mengelompokkan mesin dilihat dari mesin dengan fungsi yang sama, misalnya mesin yang berguna untuk mengamplas dikelompokkan pada satu tempat. Beberapa alat yang digunakan dalam UD. SDERHANA antara lain yaitu : 1. Sander (Wadkin Durham BGY 911215), berfungsi untuk menghaluskan dan membuat ketebalan kayu lebih teliti. Adapun bagiannya terdiri dari tempat amplas, focus kelurusan, skala keketatan amplas, roda, pembuka tutup mesin, amplas, tune on off, penahan mesin, dan letak mesin. Gambar 1. Mesin Fres ( Sander) 2. Planner (Startrite SDX 310),berfungsi untuk menyamakan ketebalan kayu, menghaluskandan meratakan permukaan kayu, adapun bagiannya terdiri dari bilah gergaji, penghenti pisau, skala pembuangan serbuk, pengatur tempat pembuangan serbuk, tune on off, tempat pembuangan serbuk, pengaman mata pisau da meja potong. 3. Circlesaw (De Walt Tipe 10”250 MM BLADE), berfungsi untuk memotong kayu gergajian. Bagiannya terdiri dari skala putaran, pengguna mesin, pengatur tinggi mesin, putaran derajat, stop kontak, kabel mesin, pegangan, setelan bilah, pembuangan sisa serbuk, bilah, meja, dan penahan mesin. Gambar 2. Mesin Pemotong 4. Circular saw (Wadkin Bursgreen BRA 350), berfungsi untuk memotong kayu gergajian. 5. Band Saw (Startrite 352), berfungsi untuk membelah kayu gergajian dan membentuk kayu siku. 6. Cutting Band Saw (Sheng Tsai KL W 5693), berfungsi untukmembelah kayu gergajian. 7. Mesin bor digunakan untuk membuat lobang 8. Mesin selendang berfungsi untuk membengkokkan kayu. Adapun gambaran layout dari perusahaan UD.SEDERHANA adalah : Keterangan Gambar : 1. Mesin Potong 2. Mesin Siku 3. Mesin Asah Mata 4. Mesin Ketam/Fresh 5. Mesin Belah 6. Mesin Belah 7. Mesin Sponeng Profil 8. Mesin Potong 9. Mesin Selendang 10. Mesin Bor 11. Mesin Siku 12. Mesin Pensalam 13. Mesin Alur 14. Mesin Selendang 15. Mesin Fresh 16. Mesin Tarik Kotak 17. Mesin Siku 18. Mesin Alur 19. Mesin Profil KESIMPULAN 1. Perusahaan UD. SEDERHANA merupakan perusaan kecil 2. Pengelolahan kayu pada perusahaan ini dimulai dari tahap kedua sedangkan tahap pertama berada di Pekan Baru. 3. Keuntungan dari perusahaan ini berkisar Rp.30.000.000/bulan. 4. Jenis kayu yang ada di perusahaan tersebut adalah kayu Merbau, Damar,Meranti, dan Jelutung sedangkan dari lokal adalah kayu Kemiri dan Mangga. 5. Pasar dari perusahaan tersebut adalah Sekitar kota Medan, Binjai,Aceh dan Serdang Bedagai. 6. Mesin yang terdapat pada perusahaan ini sebanyak 1 buah 7. Mesin yang ada pada perusahaan ini bersal dari Indonesia, Cina, Dan Italia. 8. Layout dari perusahaan tesebut kurang baik. DAFTAR PUSTAKA Anonim.1989. Standart Pengujian dan Analisis saringan Agregat Halus dan Kasar (SNI-M-08-1989-F) Bandung. Yayasan Lembaga Pendidikan Masalah Bangunan. Departemen Pekerjaan Umum. Jurnal Penelitian Permukiman I. Vol XII.No 1-2. Arianto, A. 2005. Pemanfaatan Limbah Peleburan Besi Untuk Pembuatan Paving Block . Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang. Arikunto, Suharsimi, Prof. Dr. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Penggeragajian Kayu (Edisi Revisi IV) . Yogyakarta : Rineka Cipta